Jumat, 03 Februari 2017

DESAIN PEMBELAJARAN DIDAKTIK I



DESAIN PEMBELAJARAN DIDAKTIK I
Disusun Untuk MemenuhiTugas Mata KuliahPedagogika
Dosen:
Nurjaman, M.Pd.I




Disusunoleh:
1.      Ahmad Mujalid            (141641394)
2.      Gina Gamayanti           (140641073)
3.      Ika Windari                  (140641090)
Kelas               : SD14-A.3
Kelompok       : 9

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAHDASAR
FAKULTASKEGURUANDANILMUPENDIDIK
AN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2017



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah, yang berjudul “Desain Pembelajaran Didaktik I”.
Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan bapak Dosen serta rekan-rekan sekalian, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Nurjaman ,M.Pd. selaku Dosen pembelajaran Pendagogika yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan makalah yang lain di masa mendatang. Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.




Cirebon,  Januari 2017

Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A.  LatarBelakang.......................................................................................................... 1
B.  RumusanMasalah..................................................................................................... 1
C.  Tujuan...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A.  Pengertian homescooling......................................................................................... 4
B.  Jenis-jenis Kegiatan Homescooling......................................................................... 6
C.  Program Kegiatan Komunitas Homescooling.......................................................... 9
D.  Faktor-faktor Pemicu dan Pendukung Homescooling............................................. 13
E.   Manfaat Homescooling............................................................................................ 15
F.   Pengertian Fun Learning.......................................................................................... 16
G.  Latar Belakang Fun Learning.................................................................................. 17
H.  Komponen-komponen Fun Learning....................................................................... 18
I.     Tujuan Fun Learning................................................................................................ 19
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A.  Kesimpulan.............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Homescooling (sekolah rumah) saat ini mulai menjadi salah satu model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan.Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya.Homescooling ini banyak dilakukan dikota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika diluar negeri. Di Indonesia keberadaan homescooling sudah mulai menjamur di Jakarta dan kota besar lainnya. Untuk tahap pertama, keberadaan proses belajar dan mengajar model rumahan ini belum menuai minat dari khalayak umum.
Namun kini, keberadaannya justru banyak dimanfaatkan kalangan menengah keatas, seperti artis dan kalangan entertainer.Tak jarang didapati diantaranya kalangan olahragawan, atlit nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah sebagai ruang kelas.Banyaknya orang tua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong orang tua mendidik anaknya di rumah.Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilai-nilai iman dan moral).Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau membeli ijazah palsu.Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan.Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan ditentukan oleh teman-temannya yang lebih pintar, lebih unggul atau lebih cerdas.Keadaan demikian menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan.Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orang tua memilih mendidik anak- anaknya di rumah, dengan resiko menyediakan banyak waktu dan tenaga.Homescooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman atau agama dan moral serta mendpatkan suasana belajar yang menyenangkan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan homeschooling?
2.      Apa saja jenis-jenis kegiatan homeschooling?
3.      Apa saja program kegiatan belajar komunitas homescooling?
4.      Apa saja faktor-faktor pemicu dan pendukung homeschooling?
5.      Apa saja manfaat homescooling?
6.      Apa yang dimaksud fun learning?
7.      Apa latar belakang fung learning?
8.      Apa komponen-komponen fun learning?
9.      Apa tujuan dari fun learning?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari homescooling.
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis kegiatan homescooling.
3.      Untuk mengetahui program kegiatan belajar komunitas homescooling.
4.      Untuk mengetahui faktor-faktor pemicu dan pendukung homescooling.
5.      Untuk mengetahui manfaat homescooling.
6.      Untuk mengetahui pengertian dari fun learning.
7.      Untuk mengetahui latar belakang fun learning.
8.      Untuk mengetahui komponen-komponen fun learning.
9.      Untuk mengetahui tujuan fun learning.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Desain Pembelajaran Didaktik
Maka bagi para calon guru SD idealnya menyajikan ragam pembelajaran dengan desai khusus bagi mereka. Kesemua ini semata-mata usaha kita menyesuaikan antara pelaksanaan dengan teori. Desain pembelajaran masa anak awal dan akhir harus lebih kita rekayasa nyaman dan menyenankan bagi anak. Sebuah perencanaan, rekayasa situasi ruang fisik dan ruang psikologis bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan harapan pembelajaran menjadi aktifitas inspiringfull, tidak membosankan dan selalu mendorong para peserta didik nyaman dan relax. Tanpa adanya desain ruang fisik maupun ruang psikologis yang friendly dapat dipastikan menggejalanya praktik-praktik pemicu permasalahan yang disebabkan oleh berjalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri kurang optimal. Adapun desain itu sendiri diantaranya:
1.    Home scooling design
2.    Design Friendly and funy learning
Desain atau pola pembelajaran sebagai usaha merekayasa situasi- situasi pendidikan, dengan tetap memaksimalkan SDA atau bahkan SDM setempat semata-mata untuk meningkatkan minat belajar peserta didik.Desain pembelajaran dalam hal ini efektif dalam mengeksplorasi ragam potensi peserta didik. Desain pembelajaran syarat akan pemenuhan hak asasi manusia masa kanak awal maupun akhir. Mengingat masa kanak awal dan akhir adalah masa yang ada pada kondisi dimana mereka menginginkan hal-hal yang konkrit tanpa harus terlepas dari dominasi mereka yang masih imaginative murni. Dengan demikian desain pembelajaran sama sekali sangat dianjurkan bagi guru SD dengan kelas rendah.
Menghadirkan pembelajaran dengan desain yang nyaman dan menyenangkan berarti menghadirkan pendidikan dengan sebenar-benarnya.Berusaha mendesain pembelajaran juga merupakan bagian yang tak terelakan dari dedikasi seorang guru dengan standar kompetensinya.Mendesain pembelajaran bererti mengeksplorasi situasi lingkungan.Mendesain berarti menyuburkan semangat mengajar.Mendesain pembelajaran juga berarti mengembangkan pendagogika. Karena dengan mendesain seorang guru akan lebih segera memperoleh umpan balik mengajar. Karena memang kegiatan mengajar dalam kesempatan yang sama berarti meneliti, mengaharap umpan balik dari apa yang telah guru perbuat (sampaikan).
Desain pembelajaran ramah dan menyenangkan merupakan aspek yang sangat penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran, khususnya untuk pendidikan anak usia dini yang lebih mengacu pada tahap-tahap perkembangan anak. Desain pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai metode, namun hal yang mutlak diperlukan adalah upaya untuk membuat anak merasa nyaman dengan lingkungan sekolah termasuk keterkaitan (bonding) dengan guru.dengan perasaan nyaman ketika berada dilingkungan sekolah, akan membuat anak usia dini dapat mengikuti proses pembelajaran tanpa rasa takut sehingga proses pembelajaran untuk stimulus fase perkembangannya dapat dilakukan dengan baik dan optimal.
Mendesain berarti mengoptimalkan segenap sumber daya yang ada, meliputi sumber daya lingkungan, terlebih sumber daya manusia (dalam hal ini kemampuan pendidik).Mendesain pembelajaran juga berarti telah memenejerial keberhasilan dalam pembelajaran.Mendesain juga berarti menyusun langkah-langkah minat belajar peserta didik.Dan mendeain berarti mengajar denagan hati.
B.     Home scooling desain
1.      Pengertian Homescooling
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan dari homeschooling adalah “sekolah rumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk menyebutkan  homeschooling.  Selain sekolah rumah, homeschooling  terkadang diterjemahkan dengan istilah sekolah mandiri. Homeschooling merupakan model pendidikan alternatif selain di sekolah.Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Orangtua bertanggung jawab secara aktif atas proses  pendidikan anaknya. Bertanggung jawab secara aktif di sini adalah keterlibatan penuh orangtua pada proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai (values)  yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak (Sumardiono, 2007).  Lima syarat yang harus dimiliki orangtua yang ingin menjalankan homeschooling, yaitu mencintai anak-anak, kreatif, bersahabat dengan anak, memahami anak-anak, dan memiliki kemauan untuk mengetahui standar kompetensi dan standar isi kurikulum nasional.
Sesuai dengan namanya, proses homeschooling memang berpusat dirumah, tetapi proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orangtua homeschooling biasanya menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya. Untuk melakukan pendidikan dan pengayaan (enrichment), keluarga homeschooling juga memanfaatkan semua infrastruktur dan sarana yang ada di masyarakat (Mulyadi, 2007).Semakin luaskita mengait-ngaitkan berbagai hal, maka semakin banyak kita belajar (Vos dalam Mulyadi, 2007). Proses pembelajaran keluarga homeschooling  dapat memanfaatkan fasilitas yang ada di dunia nyata, seperti fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), maupun fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan). Selain itu, keluarga homeschooling dapat menggunakan guru privat, tutor, mendaftarkan anak pada kursus atau klub hobi (komik, film, fotografi), dan sebagainya.Internet dan teknologi audio visual yang semakin berkembang juga merupakan sarana belajar yang biasa digunakan oleh keluarga homeschooling (Sumardiono, 2007).
Mulyadi (2007) turut menambahkan bahwa homeschooling  akanmembelajarkan anak-anak dengan berbagaisituasi, kondisi, dan lingkungan sosial yang terus berkembang. Orangtua seharusnya memusatkan perhatian pada anakanak, selama mereka terjaga dan beraktivitas, kedekatan orangtua dengan anakanaknya dapat dijadikan cara belajar yang efektif dan bisa dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan yang didapatkan dari fasilitas yang ada di dunia nyata.
Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan.Akan tetapi, homeschoolingdan sekolah juga memiliki beberapa perbedaan.Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orang tua kepadaguru dan pengelola sekolah.Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang tua. Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada  homeschoolingdisesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa.Pada homeschoolingjadwal belajar fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua.Pengelolaan di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi ajar.Pengelolaan pada homeschoolingterdesentralisasi pada keinginan keluarga homeschooling.Kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang tua (Simbolon, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa homeschooling  merupakan pendidikan alternatif, dimana orangtua berperan secara aktif dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya dan anak dapat belajar dengan berbagai situasi, kondisi, lingkungan sosial yang terus berkembang. Proses pembelajaran homeschooling bersifat fleksibel baik dari segi waktu dan keinginan anak untuk belajar sesuai dengan minat dan potensinya secara mandiri dan disiplin.
2.      Jenis-jenis Kegiatan Homescooling
Dalam sistem pendidikan nasional, penyelenggaraan homeschooling adalah sebuah kegiatan yang legal dan dijamin oleh hukum berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20/2003), Pasal 1 Ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukandirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Direktur Pendidikan kesetaraan, Direktorat jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional, Yulaelawati  menyebutkan Homeschooling merupakan jalur pendidikan informal dimana hasil belajarnya dapat disetarakan. Peserta didik jalur informal dapat pindah jalur ke jalur nonformal dengan alih kredit kompetensi.Apabila siswa ingin mengikuti ujian nasional kesetaraan (untuk ijazah SD adalah paket A, SMP paket B, dan SMA paket C), hasil belajar siswa homeschooling dapat diakui dari rapor, portofolio, CV (curiculum vitae), sertifikasi, dan berbagai bentuk prestasi lain dan atau tes penempatan (Mulyadi, 2007).
Pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal. Akan tetapi, hasil pendidikan informal ini dapat diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal jika keluarga menginginkan penilaian kesetaraan. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 dalam UU 20/2003 (dalam Sumardiono, 2007): “(1) kegiatan pendidikan informalyang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, dan (2) hasilpendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan”.Untuk mendapatkan kesetaraan dengan pendidikan formal, penyelenggara pendidikan informal (homeschooling) harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang mengatur pendidikan formal dan nonformal yang telah dibuat. Bagi keluarga homeschooling, salah satu jalan untuk mendapatkan kesetaraan adalah membentuk Komunitas Belajar.Eksistensi Komunitas Belajar diakui sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal yang berhak menyelenggarakan pendidikan (Sumardiono, 2007). Di Indonesia, jenis kegiatan homeschooling dibedakan atas (3) tiga format, yaitu:
a.       Home schooling tunggal
Mulyadi (2007) menyebutkan homeschooling tersebut dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya.Biasanya homeschoolingjenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas homeschoolinglain.Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan berhubungan dengan komunitas homeschooling lain. Sumardiono (2007) menyebutkan alasan format ini dipilih oleh keluarga karena ingin memiliki fleksibilitas maksimal dalam penyelenggaraan  homeschooling. Mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas seluruh proses yang ada dalam homeschooling, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pengadministrasian, hingga penyediaan sarana pendidikan.  Disebutkan bahwa format homeschooling tunggal memiliki kompleksitas tinggi karena seluruh beban/tanggung jawab berada di tangan keluarga.
b.      Homeschooling majemuk
Mulyadi (2007)  mengatakan bahwa  homeschooling  tersebut dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masingmasing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.Contohnya kurikulum dari kegiatan olahraga, seni/musik, sosial, dan keagamaan.Sumardiono (2007) menambahkan bahwa jenis kegiatan ini memberikan kemungkinan pada keluarga untuk saling bertukar pengalaman dan sumber daya yang dimiliki tiap keluarga.Selain itu, jenis kegiatan ini dapat menambah sosialisasi sebaya dalam kegiatan bersama di antara anak-anak homeschooling. Tantangan terbesar dari format  homeschooling majemuk adalah mencari titik temu dan kompromi dan kompromi atas hal-hal yang disepakati antara para anggota homeschooling majemuk karena tidak adanya keterikatan struktural.
c.       Komunitas homeschooling
Mulyadi (2007) menyebutkan komunitas home schooling merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun danmenentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran.Komitmen penyelenggaraan orangtua dankomunitasnya kurang lebih 50:50.Sumardiono (2007) menyebutkan bahwa komunitas homeschooling membuat struktur yang lebih lengkap dalam penyelenggaraan aktivitas pendidikan akademis untuk pembangunan akhlak mulia, pengembangan inteligensi, keterampilan hidup dalam pembelajaran, penilaian, dan kriteria keberhasilan dalam standar mutu tertentu tanpa menghilangkan jati diri dan identitas diri yang dibangun dalam keluarga dan lingkungannya. Selain itu, komunitas homeschooling diharapkan dapat dibangun fasilitas belajar mengajar yang lebih baik yang tidak diperoleh dalam  Homeschooling  tunggal/majemuk, misalnya bengkel kerja, laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/bahasa, auditorium, fasilitas olahraga, dan kesenian. Komunitas homeschooling  merupakan satuan pendidikan jalur nonformal. Acuan mengenai eksistensi komunitas  homeschooling terdapat dalam UU 20/2003 pasal 26 ayat (4) (dalam Sumardiono, 2007): “Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidkan yang sejenis.”
Sebagai satuan pendidikan nonformal, komunitas homeschooling dapat berfungsi menjalankan pendidikan nonformal, termasukmenyelanggarakan ujian kesetaraan. Hal itu sejalan dengan UU 20/2003 pasal 26 ayat (6): “ Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.” Izin badan hukum yang menaungi  kepentingan dan keberadaan komunitas homeschooling antara lain, PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), PT atau Yayasan, dan komunitas homeschooling (Sumardiono, 2007).
3.      Program Kegiatan Belajar Komunitas Homescooling
Berdasarkan landasan penyusunan program kegiatan belajar Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang diksanakan dan dikembangkan oleh warga masyarakat dalam bentuk kelompok belajar (Satokhid, 1986). Program kegiatan belajar komunitas homeschooling diatur berdasarkan 11 (sebelas) aspek, yaitu:
a.       Tujuan program belajar
Dalam merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus hendaknya dikemukakan secara jelas.Tujuan umum menyatakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh warga belajar setelah selesai mengikuti keseluruhan program.Tujuan khusus menyatakan kemampuan khusus yang diharapkan dimiliki oleh warga belajar setelah selesai mengikuti suatu kegiatan belajar/mendapatkan suatu pengalaman belajar.kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki olehwarga belajar seharusnya mencakup aspek, keterampilan, sikap dan pengetahuan. Tujuan khusus hendaknya disusun dengan menggunakan kalimat dengan kata kerja yang bersifat operasional dan dapat diukur. Yang menjadi tujuan umum komunitas homeschooling  adalah mempersiapkan anak untuk terjun ke dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya. Untuk tujuan khusus komunitas  homeschooling memberikan peluang bagi anak untuk belajar secara mandiri dan berkreativitas sesuai dengan potensi masing-masing anak (Sumardiono, 2007).
b.      Sumber belajar
Sumber belajar ditentukan sesuaidengan hasil identifikasi dan konsultasi, banyaknya ditentukan menurut kebutuhan. Komunitas homeschooling membagi aturan dalam menentukan sumber belajar antara orangtua penyelenggara  homeschooling  dengan komunitasnya sebesar 50:50. Rumah maupun komunitas homeshooling yang sebagai tempat untuk mendapatkanpengetahuan dimana orangtua dan para pengajar bertanggung jawab untuk mengajar sesuai keahlian masing-masing. Homeschooling menggunakan media penunjang yang variatif dan memberikan kebebasan pada anak untuk belajar apa saja sesuai minat dan hal-hal yang disukai. Anak homeschooling dapat berkunjung ke berbagai tempat yang bisa menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman burung, pemandian air panas, kebun binatang, ataupun tempat kerja (Mulyadi, 2007).
c.       Warga belajar
Jumlah warga belajar hendaknya  dibatasi, menurut kemampuan pelayanan. Jumlah yang efektif tidak lebih dari 20 orang warga belajar.Berbeda dengan siswa sekolah yang terekspos dengan sosialisasi sebaya (horizontal socialization), siswa homeschooling lebih terekspos dengan pergaulan lintas-usia (vertical socialization). Komunitas homeschooling sendiri memiliki ruang gerak sosialisasi peserta didik yang lebih luas dibandingkan  homeschooling  tunggal dan homeschooling majemuk tetapi masih dapat dikendalikan dikarenakan homeschooling  memungkinkan untuk melakukan penyesuaian pendidikan secara individual (Sumardiono, 2007).
d.      Waktu belajar
Menentukan waktu belajar hendaknya memperhatikan waktu senggang baik bagi para warga belajar maupun bagi sumber belajar.Lamanya waktu belajar tergantung pada tingkat kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh warga belajar sebagaimana dinyatakan dalam tujuan program belajar. Sebagai bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan  homeschooling  adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi tidak boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal.Meski kedisiplinan dan tanggung jawab tetapditekankan dalam homeschooling dengan membuat jadwal-jadwal belajar, namun kekakuan bisa diminimalkan (Mulyadi, 2007).
e.       Bahan belajar
Dalam menentukan materi/bahan pelajaran berdasarkan kebutuhan belajar dan juga disertakan bahan pelajaran yang sesuai dengan misi pemerintah, seperti Pancasila, Kewarganegaraan, dan lain-lain.Untuk komunitas homeschooling bahan belajar untuk pendidikan akademik lebih terstruktur.Komunitas homeschooling tertentu juga menyediakan paket belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar anak.Untuk belajar, siswa homeschooling dapat menggunakan bahanbahan yang tersedia di dunia nyatadalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, keluarga  homeschoolingdapat membeli kurikulum dan materi-materi ajar secara online melalui internet dan juga dapat menggunakan kurikulum Diknas sebagai acuan yang dapat diambil gratis viainternet. Untuk materi ajar, keluarga homeschooling dapat menggunakan buku-buku yang ada tanpa tergantung keharusan memilih buku dari penerbit tertentu bahkan tidak harus membeli buku baru karena buku-buku lama masih dapat digunakan sepanjang materinya relevan (Sumardiono, 2007).
f.       Metode mengajar/belajar
Merumuskan metode-metode yang tepat untuk dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, misalnya: ceramah, diskusi, kerja kelompok demonstrasi, dan sebagainya. Pengajaran di dalam komunitas homeschooling bisa diserahkan kepada orangtua atau menyewa guru-guru berkualitas dalam mendidik anaknya sesuai dengan potensinya.Pengajaran antara teori dengan praktek seimbang. Para orangtua membentuk network untuk membagi pengalamannya kepada orangtua lain yang mendidik anaknya di homeschooling. Bahkan, jika minat anak-anak sama, beberapa orangtua membentuk kelompok pendidikan dan mengajak anak belajar bersama dengan anak-anak lain yang memiliki minat sama. Jadi, homeschooling memberikan kebebasan untuk belajar secara fleksibel, menyenangkan dan sesuai dengan minatnya (Kembara, 2007).
g.      Alat-alat belajar
Menentukan alat-alat belajar yang diperlukan dalam setiap satuan kegiatan belajar.Di komunitas homeschooling tersedia fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya bengkel kerja, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olahraga dan kesenian.Keluarga  homeschooling  juga dapat menggunakan sarana pembelajaran, baik barang cetakan (majalah, ensiklopedia, rosur), alat-alat audio (kaset CD), audio visual (TV, VCD, film), internet (tersedia lembar kerja, ide pengajaran, aktivitas, keterampilan, dan sebagainya) (Mulyadi, 2007).
h.      Dana belajar
Menentukan besar anggaran kebutuhan dana untuk melaksanakan kegiatan belajar.Kunci dari pengelolaan biaya dalam penyelenggaraan homeschooling adalah kreativitas orangtua dalam mengatur biaya pendidikan bagi anaknya.Melalui komunitas, para keluarga  homeschooling dapat saling bertukar pengalaman dan bahan pengajaran, saling bertukar keahlian; misalnya saling mengajar antara keluarga homeschooling. Biaya yang ditawarkan komunitas homeschooling sifatnya beragam(Sumardiono, 2007).
i.        Tempat belajar
Tempat belajar hendaknya diusahakan tidak jauh dari tempat kediaman warga belajar. Bagi pelaksana homeschooling tempat belajar dapat dilaksanakan di indoormaupun outdoor(rumah, luar rumah ataupun komunitas homeschooling tertentu) dengan suasana belajar yang kondusif bagi anak yang melaksanakan kegiatan homeschooling.
j.        Evaluasi belajar
Merumuskan cara-cara dan alat evaluasi, baik formatif maupun sumatif, dihubungkan dengan tujuan khusus yang ingin dicapai. Hasil belajar siswa homeschooling dapat diakui dari rapor, portofolio (dokumentasi proses dan karya-karya selama proses pembelajaran), CV (curiculum vitae), sertifikasi, dan berbagaibentuk prestasi lain dan atau tes penempatan. Evaluasi kegiatan belajar dapat dilaksanakan dengan acara berdiskusiantara orangtua dan anak juga dapat digunakan untuk mengetahui apa yang berhasil dan gagal untukdiperbaiki di waktu yang berikutnya (Yulaelawati dalam Sumardiono, 2007).
k.      Jadwal pelajaran
Jadwal pelajaran disusun menurutkebutuhan atau persatuan warga belajar dan sumber belajar.Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa.Pada homeschooling, jadwal belajar fleksibel tergantung kesepakatan antara orangtuadan anak.Di komunitas homeschooling pembagian jadwal pelajaran antara orangtua dan komunitasnya sebesar 50:50 (Sumardiono, 2007).Dalam menetukan komponen objek sikap seharusnya mengetahui tujuan pengukuran yang dilakukan dan mempunyai gambaran yang jelas, luas dan relevan mengenai objek sikapnya (Azwar, 2000). Yang menjadi komponen objek sikap adalah program kegiatan belajar komunitas  homeschooling. Hal inidikarenakan pengaturan kegiatan komunitas homeschooling lebih terstruktur dan komunitas homeschooling merupakan satuan pendidikan jalur nonformal yang dapat menyelenggarakan pendidikan  nonformal dikarenakan komunitas homeschooling berbentuk kelompok belajar. Dari 11 (sebelas) aspek tersebut akandijadikan dasar dalam pembuatan alat ukur yakni skala sikap terhadap pendidikan homeschooling.
4.      Faktor-faktor Pemicu dan Pendukung Homescooling
Beberapa faktor pemicu dan pendukung homeschooling menurut Simbolon (2007), antara lain:
a.       Kegagalan sekolah formal
Kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagikeluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan homeschooling.Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu.
b.      Teori inteligensi ganda
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschoolingadalah teori inteligensi ganda (multiple intelligences) yang digagas oleh Howard Gardner.Pada awalnya, ada 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia.Kemudian, ditambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9 jenis inteligensi manusia. Jenisjenis inteligensi tersebut adalah:  inteligens linguistik; inteligensi matematis-logis; inteligensi ruang-visual; inteligensi kinestetik-badani; inteligensi musikal; inteligensi interpersonal; inteligensi intrapersonal; inteligensi ligkungan; dan inteligensi eksistensial. Teori Gardner ini memicu para orangtua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak.Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak.
c.       Sosok homeschooling terkenal
Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling.Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya. Pendidikan homeschooling ini sudah lama berkembang di Indonesia, hal ini ditandai banyaknya para kiai, buya dan tuan guru secara khusus mendidik anak-anaknya dirumah secara pribadi atau di pesantrenpesantren ketimbang memercayakan pendidikannya kepada orang lain.
d.      Tersedianya aneka sarana
Dewasa ini, perkembangan homeschoolingikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audivisual).


5.      Manfaat Homeschooling
Mulyadi (2007), menyebutkan beberapa manfaat dalam model pendidikan homeschooling, antara lain adalah:
a.       Anak menjadi subyek belajar
Melalui homeschooling, anak-anak diberi peluang untuk menentukan materi-materi yang ingin dipelajarinya.Anak menjadi subjek dalam kegiatan belajar. Selain materi yang dapat dipilih sesuai keinginan anak, gaya belajar si anak dapat dilayani sehingga anak dapat merasa nyaman serta menyenangkan dalam melakukan kegiatan belajar.
b.      Objek yang dipelajari sangat luas dan nyata
Homeschooling akan membawa anak-anak untuk belajar di dunia nyata, di alam yang sangat terbuka. Di samping itu, objek yang dipelajari anak bisa sangat  luas, seluas langit dan bumi. Homeschooling dapat membebaskan anak untuk belajar apa yang sesuai minat dan hal-hal yang disukainya. Mereka dapat berkunjung ke berbagai tempat yang bisa menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman burung, pemandian air panas, stadion olahraga, dan tempat-tempat lain yang menarik perhatiannya serta dapat dijadikan tempat belajarnya.
c.       Ajang menanamkan cinta belajar
Homeschooling berusaha menyadarkan kepadaorangtua bahwa belajar bisa dilakukan di mana saja, termasuk di rumah.Untuk menanamkan rasa cinta belajar kepada anak sejak dini, hanya orangtualah yangmungkin paling layak untuk mewujudkannya.Secara naluriah, anak sejak berada di kandungan ibunya sudah dilengkapi dengan kemauan kuat untuk belajar.Apabila, lingkungan di rumahnya tidak mendukung, ada kemungkinan kemauan kuat itu semakin lama semakin hilang dan akhirnya tidak ada lagi semangat atau rasa cinta belajar dalam diri si anak.
d.      Memberikan kemudahan belajar karena fleksibel
Sebagai bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan  homeschooling  adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi, tidak boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal. Kalau terlalu disusun dalam kurikulum yang baku, maka homeschooling justru akan kehilangan makna utamanya.
e.       Mendukung belajar secara kontekstual
Kontekstual berasal dari kata kerja latin yang berarti “menjalin bersama”. Kata konteks merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yangberhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya.Untuk menyadari seluruh potensinya, semua organisme hidup, termasuk manusia, harus berada di dalam gabungan yang tepat dengan konteks mereka.Homeschooling  sangatmemungkinkan untuk menampung sekaligus mendukung kegiatan belajar yang kontekstual. Ketika seorang anak dapat mengaitkan isi materi pelajaran yang dipelajarinya dengan pengalaman merekasendiri, mereka menemukan makna, dan memberi alasan kepada mereka untuk belajar (Johnson dalam Mulyadi, 2007).
C.     Friendly and funy learning desain
1.      Pengertian Fun Learning
Fun learning  berasal dari dua kata, yaitu  fun  dan  learning. Secara etimologi  fun  berarti  kesenangan,  kegembiraan.Sedangkan  learningberarti pembelajaran.Praktisi  Accelerated Leraning  menginginkan agar pembelajar mengalami kegembiraan belajar, sebab mereka tahu betapa pentingnya itu.Kata  Meier,  “kegembiraan”  bukan  berarti  menciptakan  suasana ribut dan hura-hura. Ini tidak  ada  hubungannya dengan kesenangan  yang semberono  dan  kemeriahan  yang  dangkal.  Namun,  “kegembiraan”  ini berarti  bangkitnya  minat,  adanya  keterlibatan  penuh,  dan  terciptanya makna,  pemahaman,  nilai  yang  membahagiakan  pada  diri  si  pembelajar. Itu adalah kegembiraan yang melahirkan sesuatu yang baru.Jadi,  kegiatan  belajar  mengajar  yang  mengasyikkan  tentu  bukan semacam kegiatan yang bebas tak terkendali atau jauh dari kesungguhan. Bahkan  merujuk  ke  rumusan  Meier,  kegiatan  belajar  mengajar  itu  hanya akan  dapat  berlangsung  penuh  gairah  dan  semangat  apabila  murid-murid dapat  diajak  untuk  bersungguh-sungguh  dalam  mempelajari  apa  yang ingin dipelajari. Guru, paling tidak, sebelumpengajaran berlangsung, perlu lebih dulu mencari dan kemudian menunjukkan manfaat dari sebuah mata pelajaran.
2.      Latar Belakang Funlearning
Kebanyakan  orang  dewasa  mengalami  cacat  belajar  dan  sama sekali  tidak  menyadarinya.  Yang  membuat  cacat  adalah  berbagai keyakinan  dan  praktik  belajar  yang  diwarisi  dari  masa  lalu  dan  kini menyatu dalam kebudayaan.Keyakinan  dan  praktik  yang  melumpuhkan  ini,  mewakili  banyak kecenderungan  lama  yang  telah  berusia  berabad-abad,  menjadi  bentuk lembaga pada abad ke-19. Asumsi abad ke-19 mengenai belajar ini begitu kuat dan mematikan.Hanya sedikit orang yang mempertanyakannya, lebih sedikit lagi yang mengambil tindakan untuk menanggula nginya. Maka dari itu, dibutuhkan revolusi dalam seluruh pendekatan terhadap pembelajaran.Di  Amerika,  pada  abad  ke-19,  sistem  pendidikan  wajib  yang pertama (di kenal sebagai  Common School Movement  / Gerakan Sekolah Umum) terbantuk dari New England dan menjadi model untuk pendidikan yang  dilembagakan  di  seluruh  negeri.  New  England  dikuasai  oleh  kaum Puritan,  dan  filosofi  mereka  sangat  berpengaruh  pada  seluruh  lembaga kebudayaan New England yang selanjutnya tertekan dalam ke dasar-dasar pendidikan Amerika.
Belajar,  bagi  kaum  Puritan,  adalah  indoktrinasi  yang  sering merupakan  kegiatan  yang  suram,  tanpa  kegembiraan,  dan  hanya  berisi hafalan. Di lingkungan akademis, perpaduan antara rasa sakit dan belajar pun sangat jelas. Belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan dicurigai.Kegembiraan, hasrat dan kreatifitas harus di tindas dan dijinakkan. Logika yang  kaku,  dingin  dan  analisis  dianggap  sebagai  satu-satunya  jalan  yang benar menuju pengetahuan.Para  pakar  Accelerated  Learning  menyebutkan  bahwa  obat  untuk puritasinme  adalah  mengembalikan  kegembiraan  dalam  belajar.  Baik anak-anak  maupun  orang  dewasa  dapat  belajar  paling  baik  dalam lingkungan  yang ditandai dengan adanya  minat dan kebahagiaan pribadi, dan bukan dalam lingkungan yang ditandai dengan intimidasi, kebosanan, stres, hal yang tidak relevan, atau kesakitan. Di samping itu, kebanyakan buku untuk fasilitator belajar di penuhi penjelasan tentang cara  menggunakan  berbagai teknik, prosedur, metode, dan  media tertentu yang telah dibuatkan resepnya. Tetapi kebanykan buku yang  dipenuhi  berbagai  teknik  itu  tidak  pernah  berbicara  tentang kegembiraan belajar. Padahal, kegembiraan itulah yang sering merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar.
3.      Komponen-komponen Fun Learning
Dari  rumusan  di  atas,  akan  didapati  beberapa  komponen pembangun  suasana  yang  menyenangkan  tersebut.  Pertama,  bangkitnya minat.  Kedua,  adanya  keterlibatan.  Ketiga,  terciptanya  makna.  Keempat, adanya  pemahaman  atau  penguasaan  materi.  Kelima,  munculnya  nilai yang  membahagiakan.  Lantas,  dari  gabungan  seluruh  komponen pembangun  suasana  yang  menyenangkan  tersebut,  niscaya  akan  lahirlah kemudian sesuatu yang baru.
a.       Bangkitnya minat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai “kecenderungan  hati  yang  tinggi  terhadap  sesuatu”.  Dalam  bahasa yang  lebih  simpel,  minat  kadang  dipadankan  juga  dengan  “gairah” atau  “keinginan  yang  menggebu-gebu”.  Jadi,  apabila  kegembiraan dikaitkan  dengan  komponen  pertama  ini,  maka  jelas  bahwa  seorang pengajar  atau  pembelajar  menjadi  gembira  lantaran  di  dalam  dirinya memang  ada  keinginan  mengajarkan  atau  mempelajari  suatu  materi pelajaran.
b.      Adanya keterlibatan penuh peserta didik dalam mempelajari sesuatu.
Komponen  kedua  ini  sangat  bergantung  pada  keberadaan komponen pertama. Apakah mungkin seorang pemelajar dapat terlibat secara  penuh  dan  aktif  dalam  mengikuti  sebuah  pelajaran  apabila  di dalam  dirinya  tidak  ada  sama  sekali  keinginan  atau  gairah  untuk mengikuti  pelajaran  tersebut.  Keterlibatan  memerlukan  hubungan timbal  balik.  Apa  yang  dipelajari  dan  siapa  yang  ingin  mempelajari perlu ada jalinan yang akrab dan saling memahami.
c.       Ikhwal terciptanya makna
Makna tidak mudah didefinisikan.Makna berkaitan erat dengan masing-masing pribadi.  Kata  yang  mungkin  paling dekat dan  mudah kita pahami  berkaitan dengan  makna adalah terlibatnya  sesuatu  yang memang  “mengesankan”. Sesuatu  yang  mengesankan  biasanya dapat menghadirkan  makna.  Jadi  apabila  sebuah  pembelajaran,  tidak  dapat menimbulkan  kesan  mendalam  terhadap  pembelajar,  maka  mustahil ada makna. Apalagi jika pembelajar kering, monoton, dan hampa dari hal-hal yang bisa membuat suasana menjadi segar dan ceria, tentulah akan sulit menciptakan makna dalam suatu pembelajaran.
d.      Ikhwal pemahaman terhadap materi yang dipelajari
Apabila  minat  seorang pembelajar  dapat  ditimbulkan  ketika mempelajari  sesuatu,  lantas  dia  dapat terlibat  secara  aktif  dan  penuh dalam  membahas  materi-materi  yang  dipelajarinya,  dan  ujungujungnya  dia  terkesan  dengan sebuah  pemelajaran  yang  diikutinya, tentulah  pemahaman  akan  materi  yang  dipelajarinya  dapat  muncul secara  sangat  kuat.  Rasa  ingin  tahu  atau  kehendak  untuk  menguasai materi  yang  dipelajarinya  akan  tumbuh  secara  hebat  apabila  dia berminat,  terlibat,  dan  terkesan.  Sebab,  ada  kemungkinan  ketika  diabelajar  sesuatu  yang  baru,  dia  kemudian  dapat  mengaitkan  hal-hal
baru  itu  dengan  pengalaman  lama  yang  sudah  tersimpan  di  dalam dirinya.  Intinya,  materi  yang  dipelajarinya  itu  kemudian  dapat menyatu dan selaras dengan dirinya.
e.       Nilai yang membahagiakan
Bahagia  menurut bahasa, adalah keadaan atau perasaan  senang tenteram  (bebas  dari  segala  yang  menyusahkan).  Berkaitan  dengan belajar,  bahagia  adalah  keadaan  yang  bebas  dari  tekanan,  ketakutan, dan  ancaman.  Rasa  bahagia  yang  dapat  muncul  di  dalam  diri  si pemelajar  bisa  saja  terjadi  karena  dia  merasa   mendapatkan  makna ketika mempelajari sesuatu. Dirinya jadi bahagia. Dirinya jadi tumbuh berkembang  dan  berbeda  dengan  sebelum-sebelumnya.  Atau  dia merasa bahagia karena selama mengalami pemelajaran dia diteguhkan sebagai  seorang  yang  berpotensi  dan  dihargai  jerih  payahnya  dalam memahami sesuatu.
4.      Tujuan Fun Learning
Fun  learning  adalah  sebuah  pendekatan  dalam  belajar,  di  mana pendekatan  ini  pada  prinsipnya  sangat  berkaitan  dengan  penciptaan kondisi  belajar.  Dengan  terwujudnya  kondisi  belajar,  proses  belajarnya akan dapat lebih lancar dan tujuan  belajar akan dapat tercapai.Tujuan  yang diinginkan dari pembelajaran  fun learning  ini adalah untuk menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pelajar, membuat
belajar jadi menyenangkan dan memuaskan, serta memberikan sumbangan sepenuhnya  pada  kebahagiaan,  kecerdasan,  kompetensi  dan  keberhasilan para pembelajar.


























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Homeschooling  merupakan pendidikan alternatif, dimana orangtua berperan secara aktif dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya dan anak dapat belajar dengan berbagai situasi, kondisi, lingkungan sosial yang terus berkembang. Proses pembelajaran homeschooling bersifat fleksibel baik dari segi waktu dan keinginan anak untuk belajar sesuai dengan minat dan potensinya secara mandiri dan disiplin.Ada tiga jenis homscooling yaitu homescooling tunggal, homescooling majemuk, dan komunitas homescooling.
Fun  learning  adalah  sebuah  pendekatan  dalam  belajar,  di  mana pendekatan  ini  pada  prinsipnya  sangat  berkaitan  dengan  penciptaan kondisi  belajar.  Dengan  terwujudnya  kondisi  belajar,  proses  belajarnya akan dapat lebih lancar dan tujuan  belajar akan dapat tercapai. Tujuan  yang diinginkan dari pembelajaran  fun learning  ini adalah untuk menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pelajar, membuat belajar jadi menyenangkan dan memuaskan, serta memberikan sumbangan sepenuhnya  pada  kebahagiaan,  kecerdasan,  kompetensi  dan  keberhasilan para pembelajar.












DAFTAR PUSTAKA
Bobbi  DePorter&  Mark  Reardon,  Quantum  Teaching:  Mempraktikkan  Quantum Learnin
di Ruang Kelas, Terj. Ary Nilandari, (Bandung: Kaifa, 2005), hlm.23
Djamaluddin Darwis, Strategi Belajar Mengajar, dalam Abdul Mu’ti (eds), Pbm-Pai Di Sekolah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset,1998)., hlm 209
Hernowo, Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan, Op. Cit., hlm.29
Tim Dosen Pedagogy, pengantar didaktik, (Yogyakarta : K-Media, 2016)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar