DESAIN PEMBELAJARAN DIDAKTIK I
Disusun Untuk MemenuhiTugas Mata
KuliahPedagogika
Dosen: Nurjaman, M.Pd.I
Dosen: Nurjaman, M.Pd.I
Disusunoleh:
1.
Ahmad Mujalid (141641394)
3.
Ika Windari (140641090)
Kelas : SD14-A.3
Kelompok : 9
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAHDASAR
FAKULTASKEGURUANDANILMUPENDIDIKAN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH CIREBON
FAKULTASKEGURUANDANILMUPENDIDIKAN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah, yang berjudul
“Desain Pembelajaran Didaktik I”.
Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan bapak Dosen serta rekan-rekan sekalian, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Nurjaman ,M.Pd. selaku Dosen pembelajaran Pendagogika yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami
harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan makalah yang lain di
masa mendatang.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Cirebon, Januari
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR
ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. LatarBelakang..........................................................................................................
1
B. RumusanMasalah.....................................................................................................
1
C. Tujuan......................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Pengertian homescooling.........................................................................................
4
B. Jenis-jenis Kegiatan Homescooling.........................................................................
6
C. Program
Kegiatan Komunitas Homescooling..........................................................
9
D. Faktor-faktor Pemicu dan Pendukung Homescooling.............................................
13
E. Manfaat Homescooling............................................................................................
15
F. Pengertian
Fun Learning..........................................................................................
16
G. Latar Belakang Fun Learning..................................................................................
17
H. Komponen-komponen
Fun Learning.......................................................................
18
I. Tujuan
Fun Learning................................................................................................
19
BAB III PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Homescooling (sekolah rumah) saat ini
mulai menjadi salah satu model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya
dalam bidang pendidikan.Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang
tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya.Homescooling ini banyak
dilakukan dikota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya
ketika diluar negeri. Di Indonesia keberadaan homescooling sudah mulai menjamur
di Jakarta dan kota besar lainnya. Untuk tahap pertama, keberadaan proses
belajar dan mengajar model rumahan ini belum menuai minat dari khalayak umum.
Namun kini, keberadaannya justru banyak
dimanfaatkan kalangan menengah keatas, seperti artis dan kalangan
entertainer.Tak jarang didapati diantaranya kalangan olahragawan, atlit
nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah sebagai ruang
kelas.Banyaknya orang tua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong
orang tua mendidik anaknya di rumah.Kerapkali sekolah formal berorientasi pada
nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan
bersosial (nilai-nilai iman dan moral).Di sekolah, banyak murid mengejar nilai
rapor dengan mencontek atau membeli ijazah palsu.Selain itu, perhatian secara
personal pada anak, kurang diperhatikan.Ditambah lagi, identitas anak
distigmatisasi dan ditentukan oleh teman-temannya yang lebih pintar, lebih
unggul atau lebih cerdas.Keadaan demikian menambah suasana sekolah menjadi
tidak menyenangkan.Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orang tua memilih
mendidik anak- anaknya di rumah, dengan resiko menyediakan banyak waktu dan
tenaga.Homescooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan mutu
pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman atau agama dan moral serta
mendpatkan suasana belajar yang menyenangkan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan homeschooling?
2. Apa
saja jenis-jenis kegiatan homeschooling?
3. Apa
saja program kegiatan belajar komunitas homescooling?
4. Apa
saja faktor-faktor pemicu dan pendukung homeschooling?
5. Apa
saja manfaat homescooling?
6. Apa
yang dimaksud fun learning?
7. Apa
latar belakang fung learning?
8. Apa
komponen-komponen fun learning?
9. Apa
tujuan dari fun learning?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari homescooling.
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis kegiatan homescooling.
3. Untuk
mengetahui program kegiatan belajar komunitas homescooling.
4. Untuk
mengetahui faktor-faktor pemicu dan pendukung homescooling.
5. Untuk
mengetahui manfaat homescooling.
6. Untuk
mengetahui pengertian dari fun learning.
7. Untuk
mengetahui latar belakang fun learning.
8. Untuk
mengetahui komponen-komponen fun learning.
9. Untuk
mengetahui tujuan fun learning.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Desain
Pembelajaran Didaktik
Maka bagi para calon guru SD idealnya
menyajikan ragam pembelajaran
dengan desai khusus bagi mereka. Kesemua ini semata-mata usaha kita
menyesuaikan antara pelaksanaan dengan teori. Desain pembelajaran masa anak
awal dan akhir harus lebih kita rekayasa nyaman dan menyenankan bagi anak.
Sebuah perencanaan, rekayasa situasi ruang fisik dan ruang psikologis bagi
berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan harapan pembelajaran menjadi
aktifitas inspiringfull, tidak membosankan dan selalu mendorong para peserta
didik nyaman dan relax. Tanpa adanya desain ruang fisik maupun ruang psikologis
yang friendly dapat dipastikan menggejalanya praktik-praktik pemicu permasalahan
yang disebabkan oleh berjalannya pelaksanaan pendidikan itu sendiri kurang
optimal. Adapun desain itu sendiri diantaranya:
1. Home
scooling design
2. Design Friendly and funy
learning
Desain atau pola pembelajaran
sebagai usaha merekayasa situasi- situasi pendidikan, dengan tetap
memaksimalkan SDA atau bahkan SDM setempat semata-mata untuk meningkatkan minat
belajar peserta didik.Desain pembelajaran dalam hal ini efektif dalam
mengeksplorasi ragam potensi peserta didik. Desain pembelajaran syarat akan pemenuhan
hak asasi manusia masa kanak awal maupun akhir. Mengingat masa kanak awal dan
akhir adalah masa yang ada pada kondisi dimana mereka menginginkan hal-hal yang
konkrit tanpa harus terlepas dari dominasi mereka yang masih imaginative murni.
Dengan demikian desain pembelajaran sama sekali sangat dianjurkan bagi guru SD
dengan kelas rendah.
Menghadirkan pembelajaran dengan
desain yang nyaman dan menyenangkan berarti menghadirkan pendidikan dengan
sebenar-benarnya.Berusaha mendesain pembelajaran juga merupakan bagian yang tak
terelakan dari dedikasi seorang guru dengan standar kompetensinya.Mendesain
pembelajaran bererti mengeksplorasi situasi lingkungan.Mendesain berarti
menyuburkan semangat mengajar.Mendesain pembelajaran juga berarti mengembangkan
pendagogika. Karena dengan mendesain seorang guru akan lebih segera memperoleh
umpan balik mengajar. Karena memang kegiatan mengajar dalam kesempatan yang
sama berarti meneliti, mengaharap umpan balik dari apa yang telah guru perbuat
(sampaikan).
Desain pembelajaran ramah dan
menyenangkan merupakan aspek yang sangat penting untuk tercapainya tujuan
pembelajaran, khususnya untuk pendidikan anak usia dini yang lebih mengacu pada
tahap-tahap perkembangan anak. Desain pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilakukan dengan berbagai metode, namun hal yang mutlak diperlukan adalah upaya
untuk membuat anak merasa nyaman dengan lingkungan sekolah termasuk keterkaitan
(bonding) dengan guru.dengan perasaan nyaman ketika berada dilingkungan
sekolah, akan membuat anak usia dini dapat mengikuti proses pembelajaran tanpa
rasa takut sehingga proses pembelajaran untuk stimulus fase perkembangannya
dapat dilakukan dengan baik dan optimal.
Mendesain berarti mengoptimalkan segenap
sumber daya yang ada, meliputi sumber daya lingkungan, terlebih sumber daya
manusia (dalam hal ini kemampuan pendidik).Mendesain pembelajaran juga berarti
telah memenejerial keberhasilan dalam pembelajaran.Mendesain juga berarti
menyusun langkah-langkah minat belajar peserta didik.Dan mendeain berarti
mengajar denagan hati.
B. Home
scooling desain
1. Pengertian
Homescooling
Dalam
bahasa Indonesia, terjemahan dari homeschooling adalah “sekolah rumah”. Istilah
ini dipakai secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk
menyebutkan homeschooling. Selain sekolah rumah, homeschooling terkadang diterjemahkan dengan istilah
sekolah mandiri. Homeschooling merupakan model pendidikan alternatif selain di
sekolah.Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah
keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya
dan mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.
Orangtua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Bertanggung jawab secara
aktif di sini adalah keterlibatan penuh orangtua pada proses penyelenggaraan
pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai
(values) yang ingin dikembangkan,
kecerdasan dan keterampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi
pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak
(Sumardiono, 2007). Lima syarat yang
harus dimiliki orangtua yang ingin menjalankan homeschooling, yaitu mencintai
anak-anak, kreatif, bersahabat dengan anak, memahami anak-anak, dan memiliki
kemauan untuk mengetahui standar kompetensi dan standar isi kurikulum nasional.
Sesuai
dengan namanya, proses homeschooling memang berpusat dirumah, tetapi proses
homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orangtua
homeschooling biasanya menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk
pendidikan homeschooling anaknya. Untuk melakukan pendidikan dan pengayaan
(enrichment), keluarga homeschooling juga memanfaatkan semua infrastruktur dan
sarana yang ada di masyarakat (Mulyadi, 2007).Semakin luaskita mengait-ngaitkan
berbagai hal, maka semakin banyak kita belajar (Vos dalam Mulyadi, 2007).
Proses pembelajaran keluarga homeschooling
dapat memanfaatkan fasilitas yang ada di dunia nyata, seperti fasilitas
pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman,
stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit),
maupun fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan).
Selain itu, keluarga homeschooling dapat menggunakan guru privat, tutor, mendaftarkan
anak pada kursus atau klub hobi (komik, film, fotografi), dan
sebagainya.Internet dan teknologi audio visual yang semakin berkembang juga
merupakan sarana belajar yang biasa digunakan oleh keluarga homeschooling
(Sumardiono, 2007).
Mulyadi
(2007) turut menambahkan bahwa homeschooling
akanmembelajarkan anak-anak dengan berbagaisituasi, kondisi, dan
lingkungan sosial yang terus berkembang. Orangtua seharusnya memusatkan
perhatian pada anakanak, selama mereka terjaga dan beraktivitas, kedekatan orangtua
dengan anakanaknya dapat dijadikan cara belajar yang efektif dan bisa dikaitkan
dengan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan yang didapatkan dari fasilitas
yang ada di dunia nyata.
Pada
hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah
sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang
diharapkan.Akan tetapi, homeschoolingdan sekolah juga memiliki beberapa
perbedaan.Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan
orang tua kepadaguru dan pengelola sekolah.Pada homeschooling, tanggung jawab
pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang tua. Sistem di sekolah
terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem
pada homeschoolingdisesuaikan dengan
kebutuhan anak dan kondisi keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah
ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa.Pada homeschoolingjadwal belajar
fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua.Pengelolaan di
sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi
ajar.Pengelolaan pada homeschoolingterdesentralisasi pada keinginan keluarga
homeschooling.Kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang tua
(Simbolon, 2007).
Dapat
disimpulkan bahwa homeschooling merupakan
pendidikan alternatif, dimana orangtua berperan secara aktif dan bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai
basis pendidikannya dan anak dapat belajar dengan berbagai situasi, kondisi,
lingkungan sosial yang terus berkembang. Proses pembelajaran homeschooling
bersifat fleksibel baik dari segi waktu dan keinginan anak untuk belajar sesuai
dengan minat dan potensinya secara mandiri dan disiplin.
2. Jenis-jenis
Kegiatan Homescooling
Dalam
sistem pendidikan nasional, penyelenggaraan homeschooling adalah sebuah
kegiatan yang legal dan dijamin oleh hukum berdasarkan pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas No. 20/2003), Pasal 1 Ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukandirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Direktur
Pendidikan kesetaraan, Direktorat jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen
Pendidikan Nasional, Yulaelawati
menyebutkan Homeschooling merupakan jalur pendidikan informal dimana
hasil belajarnya dapat disetarakan. Peserta didik jalur informal dapat pindah
jalur ke jalur nonformal dengan alih kredit kompetensi.Apabila siswa ingin
mengikuti ujian nasional kesetaraan (untuk ijazah SD adalah paket A, SMP paket
B, dan SMA paket C), hasil belajar siswa homeschooling dapat diakui dari rapor,
portofolio, CV (curiculum vitae), sertifikasi, dan berbagai bentuk prestasi
lain dan atau tes penempatan (Mulyadi, 2007).
Pemerintah
tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal. Akan
tetapi, hasil pendidikan informal ini dapat diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal jika keluarga menginginkan penilaian kesetaraan. Hal ini
sesuai dengan Pasal 27 dalam UU 20/2003 (dalam Sumardiono, 2007): “(1) kegiatan
pendidikan informalyang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri, dan (2) hasilpendidikan informal diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasional pendidikan”.Untuk mendapatkan kesetaraan dengan
pendidikan formal, penyelenggara pendidikan informal (homeschooling) harus
mengacu pada ketentuan-ketentuan yang mengatur pendidikan formal dan nonformal
yang telah dibuat. Bagi keluarga homeschooling, salah satu jalan untuk
mendapatkan kesetaraan adalah membentuk Komunitas Belajar.Eksistensi Komunitas
Belajar diakui sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal yang berhak
menyelenggarakan pendidikan (Sumardiono, 2007). Di Indonesia, jenis kegiatan
homeschooling dibedakan atas (3) tiga format, yaitu:
a. Home schooling tunggal
Mulyadi
(2007) menyebutkan homeschooling tersebut dilaksanakan oleh orangtua dalam satu
keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya.Biasanya homeschoolingjenis ini
diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui
atau dikompromikan dengan komunitas homeschoolinglain.Alasan lain adalah karena
lokasi atau tempat tinggal si pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan
berhubungan dengan komunitas homeschooling lain. Sumardiono (2007) menyebutkan
alasan format ini dipilih oleh keluarga karena ingin memiliki fleksibilitas
maksimal dalam penyelenggaraan
homeschooling. Mereka bertanggung jawab sepenuhnya atas seluruh proses
yang ada dalam homeschooling, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pengadministrasian,
hingga penyediaan sarana pendidikan.
Disebutkan bahwa format homeschooling tunggal memiliki kompleksitas
tinggi karena seluruh beban/tanggung jawab berada di tangan keluarga.
b. Homeschooling
majemuk
Mulyadi
(2007) mengatakan bahwa homeschooling
tersebut dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan
tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua
masingmasing. Alasannya terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan
oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.Contohnya kurikulum
dari kegiatan olahraga, seni/musik, sosial, dan keagamaan.Sumardiono (2007)
menambahkan bahwa jenis kegiatan ini memberikan kemungkinan pada keluarga untuk
saling bertukar pengalaman dan sumber daya yang dimiliki tiap keluarga.Selain
itu, jenis kegiatan ini dapat menambah sosialisasi sebaya dalam kegiatan
bersama di antara anak-anak homeschooling. Tantangan terbesar dari format homeschooling majemuk adalah mencari titik
temu dan kompromi dan kompromi atas hal-hal yang disepakati antara para anggota
homeschooling majemuk karena tidak adanya keterikatan struktural.
c. Komunitas
homeschooling
Mulyadi
(2007) menyebutkan komunitas home schooling merupakan gabungan
beberapa homeschooling majemuk yang menyusun danmenentukan silabus, bahan ajar,
kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal
pembelajaran.Komitmen penyelenggaraan orangtua dankomunitasnya kurang lebih
50:50.Sumardiono (2007) menyebutkan bahwa komunitas homeschooling membuat
struktur yang lebih lengkap dalam penyelenggaraan aktivitas pendidikan akademis
untuk pembangunan akhlak mulia, pengembangan inteligensi, keterampilan hidup
dalam pembelajaran, penilaian, dan kriteria keberhasilan dalam standar mutu
tertentu tanpa menghilangkan jati diri dan identitas diri yang dibangun dalam
keluarga dan lingkungannya. Selain itu, komunitas homeschooling diharapkan
dapat dibangun fasilitas belajar mengajar yang lebih baik yang tidak diperoleh
dalam Homeschooling tunggal/majemuk, misalnya bengkel kerja,
laboratorium alam, perpustakaan, laboratorium IPA/bahasa, auditorium, fasilitas
olahraga, dan kesenian. Komunitas homeschooling
merupakan satuan pendidikan jalur nonformal. Acuan mengenai eksistensi
komunitas homeschooling terdapat dalam
UU 20/2003 pasal 26 ayat (4) (dalam Sumardiono, 2007): “Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidkan
yang sejenis.”
Sebagai
satuan pendidikan nonformal, komunitas homeschooling dapat berfungsi
menjalankan pendidikan nonformal, termasukmenyelanggarakan ujian kesetaraan.
Hal itu sejalan dengan UU 20/2003 pasal 26 ayat (6): “ Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah
atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.” Izin
badan hukum yang menaungi kepentingan
dan keberadaan komunitas homeschooling antara lain, PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat), PT atau Yayasan, dan komunitas homeschooling (Sumardiono,
2007).
3. Program
Kegiatan Belajar Komunitas Homescooling
Berdasarkan
landasan penyusunan program kegiatan belajar Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang
diksanakan dan dikembangkan oleh warga masyarakat dalam bentuk kelompok belajar
(Satokhid, 1986). Program kegiatan belajar komunitas homeschooling diatur
berdasarkan 11 (sebelas) aspek, yaitu:
a. Tujuan
program belajar
Dalam
merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus hendaknya dikemukakan
secara jelas.Tujuan umum menyatakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh
warga belajar setelah selesai mengikuti keseluruhan program.Tujuan khusus
menyatakan kemampuan khusus yang diharapkan dimiliki oleh warga belajar setelah
selesai mengikuti suatu kegiatan belajar/mendapatkan suatu pengalaman
belajar.kemampuan yang diharapkan untuk dimiliki olehwarga belajar seharusnya
mencakup aspek, keterampilan, sikap dan pengetahuan. Tujuan khusus hendaknya
disusun dengan menggunakan kalimat dengan kata kerja yang bersifat operasional
dan dapat diukur. Yang menjadi tujuan umum komunitas homeschooling adalah mempersiapkan anak untuk terjun ke
dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan
sehari-hari yang ada di sekitarnya. Untuk tujuan khusus komunitas homeschooling memberikan peluang bagi anak untuk
belajar secara mandiri dan berkreativitas sesuai dengan potensi masing-masing
anak (Sumardiono, 2007).
b. Sumber
belajar
Sumber
belajar ditentukan sesuaidengan hasil identifikasi dan konsultasi, banyaknya
ditentukan menurut kebutuhan. Komunitas homeschooling membagi aturan dalam
menentukan sumber belajar antara orangtua penyelenggara homeschooling
dengan komunitasnya sebesar 50:50. Rumah maupun komunitas homeshooling
yang sebagai tempat untuk mendapatkanpengetahuan dimana orangtua dan para
pengajar bertanggung jawab untuk mengajar sesuai keahlian masing-masing.
Homeschooling menggunakan media penunjang yang variatif dan memberikan
kebebasan pada anak untuk belajar apa saja sesuai minat dan hal-hal yang
disukai. Anak homeschooling dapat berkunjung ke berbagai tempat yang bisa
menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman burung, pemandian air panas,
kebun binatang, ataupun tempat kerja (Mulyadi, 2007).
c. Warga
belajar
Jumlah
warga belajar hendaknya dibatasi,
menurut kemampuan pelayanan. Jumlah yang efektif tidak lebih dari 20 orang
warga belajar.Berbeda dengan siswa sekolah yang terekspos dengan sosialisasi
sebaya (horizontal socialization), siswa homeschooling lebih terekspos dengan
pergaulan lintas-usia (vertical socialization). Komunitas homeschooling sendiri
memiliki ruang gerak sosialisasi peserta didik yang lebih luas
dibandingkan homeschooling tunggal dan homeschooling majemuk tetapi
masih dapat dikendalikan dikarenakan homeschooling memungkinkan untuk melakukan penyesuaian pendidikan
secara individual (Sumardiono, 2007).
d. Waktu
belajar
Menentukan
waktu belajar hendaknya memperhatikan waktu senggang baik bagi para warga
belajar maupun bagi sumber belajar.Lamanya waktu belajar tergantung pada
tingkat kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh warga belajar sebagaimana
dinyatakan dalam tujuan program belajar. Sebagai bentuk dari sistem pendidikan
informal, kunci utama penyelenggaraan
homeschooling adalah adanya
kelenturan atau fleksibilitas. Jadi tidak boleh kaku dan terlalu berstruktur
sebagaimana sekolah formal.Meski kedisiplinan dan tanggung jawab
tetapditekankan dalam homeschooling dengan membuat jadwal-jadwal belajar, namun
kekakuan bisa diminimalkan (Mulyadi, 2007).
e. Bahan
belajar
Dalam
menentukan materi/bahan pelajaran berdasarkan kebutuhan belajar dan juga
disertakan bahan pelajaran yang sesuai dengan misi pemerintah, seperti
Pancasila, Kewarganegaraan, dan lain-lain.Untuk komunitas homeschooling bahan
belajar untuk pendidikan akademik lebih terstruktur.Komunitas homeschooling
tertentu juga menyediakan paket belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan
belajar anak.Untuk belajar, siswa homeschooling dapat menggunakan bahanbahan
yang tersedia di dunia nyatadalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia,
keluarga homeschoolingdapat membeli
kurikulum dan materi-materi ajar secara online melalui internet dan juga dapat
menggunakan kurikulum Diknas sebagai acuan yang dapat diambil gratis
viainternet. Untuk materi ajar, keluarga homeschooling dapat menggunakan
buku-buku yang ada tanpa tergantung keharusan memilih buku dari penerbit
tertentu bahkan tidak harus membeli buku baru karena buku-buku lama masih dapat
digunakan sepanjang materinya relevan (Sumardiono, 2007).
f. Metode
mengajar/belajar
Merumuskan
metode-metode yang tepat untuk dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar
tersebut, misalnya: ceramah, diskusi, kerja kelompok demonstrasi, dan
sebagainya. Pengajaran di dalam komunitas homeschooling bisa diserahkan kepada
orangtua atau menyewa guru-guru berkualitas dalam mendidik anaknya sesuai
dengan potensinya.Pengajaran antara teori dengan praktek seimbang. Para
orangtua membentuk network untuk membagi pengalamannya kepada orangtua lain
yang mendidik anaknya di homeschooling. Bahkan, jika minat anak-anak sama,
beberapa orangtua membentuk kelompok pendidikan dan mengajak anak belajar
bersama dengan anak-anak lain yang memiliki minat sama. Jadi, homeschooling
memberikan kebebasan untuk belajar secara fleksibel, menyenangkan dan sesuai
dengan minatnya (Kembara, 2007).
g. Alat-alat
belajar
Menentukan
alat-alat belajar yang diperlukan dalam setiap satuan kegiatan belajar.Di
komunitas homeschooling tersedia fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya
bengkel kerja, laboratorium IPA/Bahasa, auditorium, fasilitas olahraga dan
kesenian.Keluarga homeschooling juga dapat menggunakan sarana pembelajaran,
baik barang cetakan (majalah, ensiklopedia, rosur), alat-alat audio (kaset CD),
audio visual (TV, VCD, film), internet (tersedia lembar kerja, ide pengajaran,
aktivitas, keterampilan, dan sebagainya) (Mulyadi, 2007).
h. Dana
belajar
Menentukan
besar anggaran kebutuhan dana untuk melaksanakan kegiatan belajar.Kunci dari
pengelolaan biaya dalam penyelenggaraan homeschooling adalah kreativitas
orangtua dalam mengatur biaya pendidikan bagi anaknya.Melalui komunitas, para
keluarga homeschooling dapat saling
bertukar pengalaman dan bahan pengajaran, saling bertukar keahlian; misalnya
saling mengajar antara keluarga homeschooling. Biaya yang ditawarkan komunitas homeschooling
sifatnya beragam(Sumardiono, 2007).
i.
Tempat belajar
Tempat
belajar hendaknya diusahakan tidak jauh dari tempat kediaman warga belajar.
Bagi pelaksana homeschooling tempat belajar dapat dilaksanakan di indoormaupun
outdoor(rumah, luar rumah ataupun komunitas homeschooling tertentu) dengan suasana
belajar yang kondusif bagi anak yang melaksanakan kegiatan homeschooling.
j.
Evaluasi belajar
Merumuskan
cara-cara dan alat evaluasi, baik formatif maupun sumatif, dihubungkan dengan
tujuan khusus yang ingin dicapai. Hasil belajar siswa homeschooling dapat
diakui dari rapor, portofolio (dokumentasi proses dan karya-karya selama proses
pembelajaran), CV (curiculum vitae), sertifikasi, dan berbagaibentuk prestasi
lain dan atau tes penempatan. Evaluasi kegiatan belajar dapat dilaksanakan
dengan acara berdiskusiantara orangtua dan anak juga dapat digunakan untuk
mengetahui apa yang berhasil dan gagal untukdiperbaiki di waktu yang berikutnya
(Yulaelawati dalam Sumardiono, 2007).
k. Jadwal
pelajaran
Jadwal
pelajaran disusun menurutkebutuhan atau persatuan warga belajar dan sumber
belajar.Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh
siswa.Pada homeschooling, jadwal belajar fleksibel tergantung kesepakatan
antara orangtuadan anak.Di komunitas homeschooling pembagian jadwal pelajaran antara
orangtua dan komunitasnya sebesar 50:50 (Sumardiono, 2007).Dalam menetukan
komponen objek sikap seharusnya mengetahui tujuan pengukuran yang dilakukan dan
mempunyai gambaran yang jelas, luas dan relevan mengenai objek sikapnya (Azwar,
2000). Yang menjadi komponen objek sikap adalah program kegiatan belajar
komunitas homeschooling. Hal inidikarenakan
pengaturan kegiatan komunitas homeschooling lebih terstruktur dan komunitas
homeschooling merupakan satuan pendidikan jalur nonformal yang dapat menyelenggarakan
pendidikan nonformal dikarenakan
komunitas homeschooling berbentuk kelompok belajar. Dari 11 (sebelas) aspek
tersebut akandijadikan dasar dalam pembuatan alat ukur yakni skala sikap
terhadap pendidikan homeschooling.
4. Faktor-faktor
Pemicu dan Pendukung Homescooling
Beberapa
faktor pemicu dan pendukung homeschooling menurut Simbolon (2007), antara lain:
a. Kegagalan
sekolah formal
Kegagalan
sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi
pemicu bagikeluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk
menyelenggarakan homeschooling.Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan
didikan bermutu.
b. Teori
inteligensi ganda
Salah
satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschoolingadalah
teori inteligensi ganda (multiple intelligences) yang digagas oleh Howard
Gardner.Pada awalnya, ada 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia.Kemudian,
ditambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9 jenis inteligensi
manusia. Jenisjenis inteligensi tersebut adalah: inteligens linguistik; inteligensi
matematis-logis; inteligensi ruang-visual; inteligensi kinestetik-badani;
inteligensi musikal; inteligensi interpersonal; inteligensi intrapersonal;
inteligensi ligkungan; dan inteligensi eksistensial. Teori Gardner ini memicu
para orangtua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki
anak.Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab
sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak.
c. Sosok
homeschooling terkenal
Banyaknya
tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani
sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling.Sebut saja, Benyamin
Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan
tokoh-tokoh lainnya. Pendidikan homeschooling ini sudah lama berkembang di
Indonesia, hal ini ditandai banyaknya para kiai, buya dan tuan guru secara
khusus mendidik anak-anaknya dirumah secara pribadi atau di pesantrenpesantren ketimbang
memercayakan pendidikannya kepada orang lain.
d. Tersedianya
aneka sarana
Dewasa
ini, perkembangan homeschoolingikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di
dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan,
museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya),
fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall,
pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan
informasi (internet dan audivisual).
5. Manfaat
Homeschooling
Mulyadi
(2007), menyebutkan beberapa manfaat dalam model pendidikan homeschooling,
antara lain adalah:
a. Anak
menjadi subyek belajar
Melalui
homeschooling, anak-anak diberi peluang untuk menentukan materi-materi yang
ingin dipelajarinya.Anak menjadi subjek dalam kegiatan belajar. Selain materi
yang dapat dipilih sesuai keinginan anak, gaya belajar si anak dapat dilayani
sehingga anak dapat merasa nyaman serta menyenangkan dalam melakukan kegiatan
belajar.
b. Objek
yang dipelajari sangat luas dan nyata
Homeschooling
akan membawa anak-anak untuk belajar di dunia nyata, di alam yang sangat
terbuka. Di samping itu, objek yang dipelajari anak bisa sangat luas, seluas langit dan bumi. Homeschooling
dapat membebaskan anak untuk belajar apa yang sesuai minat dan hal-hal yang
disukainya. Mereka dapat berkunjung ke berbagai tempat yang bisa menjadi objek
pelajaran, seperti persawahan, taman burung, pemandian air panas, stadion
olahraga, dan tempat-tempat lain yang menarik perhatiannya serta dapat
dijadikan tempat belajarnya.
c. Ajang
menanamkan cinta belajar
Homeschooling
berusaha menyadarkan kepadaorangtua bahwa belajar bisa dilakukan di mana saja,
termasuk di rumah.Untuk menanamkan rasa cinta belajar kepada anak sejak dini,
hanya orangtualah yangmungkin paling layak untuk mewujudkannya.Secara naluriah,
anak sejak berada di kandungan ibunya sudah dilengkapi dengan kemauan kuat
untuk belajar.Apabila, lingkungan di rumahnya tidak mendukung, ada kemungkinan
kemauan kuat itu semakin lama semakin hilang dan akhirnya tidak ada lagi
semangat atau rasa cinta belajar dalam diri si anak.
d. Memberikan
kemudahan belajar karena fleksibel
Sebagai
bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan homeschooling
adalah adanya kelenturan atau fleksibilitas. Jadi, tidak boleh kaku dan
terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal. Kalau terlalu disusun dalam
kurikulum yang baku, maka homeschooling justru akan kehilangan makna utamanya.
e. Mendukung
belajar secara kontekstual
Kontekstual
berasal dari kata kerja latin yang berarti “menjalin bersama”. Kata konteks
merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan” yangberhubungan
dengan diri yang terjalin bersamanya.Untuk menyadari seluruh potensinya, semua
organisme hidup, termasuk manusia, harus berada di dalam gabungan yang tepat
dengan konteks mereka.Homeschooling
sangatmemungkinkan untuk menampung sekaligus mendukung kegiatan belajar
yang kontekstual. Ketika seorang anak dapat mengaitkan isi materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan pengalaman merekasendiri, mereka menemukan makna, dan
memberi alasan kepada mereka untuk belajar (Johnson dalam Mulyadi, 2007).
C. Friendly
and funy learning desain
1. Pengertian
Fun Learning
Fun
learning berasal dari dua kata, yaitu fun
dan learning. Secara etimologi fun
berarti kesenangan, kegembiraan.Sedangkan learningberarti pembelajaran.Praktisi Accelerated Leraning menginginkan agar pembelajar mengalami
kegembiraan belajar, sebab mereka tahu betapa pentingnya itu.Kata Meier,
“kegembiraan” bukan berarti
menciptakan suasana ribut dan
hura-hura. Ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan yang semberono dan
kemeriahan yang dangkal.
Namun, “kegembiraan” ini berarti
bangkitnya minat, adanya
keterlibatan penuh, dan
terciptanya makna,
pemahaman, nilai yang
membahagiakan pada diri
si pembelajar. Itu adalah
kegembiraan yang melahirkan sesuatu yang baru.Jadi, kegiatan
belajar mengajar yang
mengasyikkan tentu bukan semacam kegiatan yang bebas tak
terkendali atau jauh dari kesungguhan. Bahkan
merujuk ke rumusan
Meier, kegiatan belajar
mengajar itu hanya akan
dapat berlangsung penuh
gairah dan semangat
apabila murid-murid dapat diajak
untuk bersungguh-sungguh dalam
mempelajari apa yang ingin dipelajari. Guru, paling tidak,
sebelumpengajaran berlangsung, perlu lebih dulu mencari dan kemudian
menunjukkan manfaat dari sebuah mata pelajaran.
2. Latar
Belakang Funlearning
Kebanyakan orang
dewasa mengalami cacat
belajar dan sama sekali
tidak menyadarinya. Yang
membuat cacat adalah
berbagai keyakinan dan praktik
belajar yang diwarisi
dari masa lalu
dan kini menyatu dalam kebudayaan.Keyakinan dan
praktik yang melumpuhkan
ini, mewakili banyak kecenderungan lama
yang telah berusia
berabad-abad, menjadi bentuk lembaga pada abad ke-19. Asumsi abad
ke-19 mengenai belajar ini begitu kuat dan mematikan.Hanya sedikit orang yang
mempertanyakannya, lebih sedikit lagi yang mengambil tindakan untuk menanggula
nginya. Maka dari itu, dibutuhkan revolusi dalam seluruh pendekatan terhadap
pembelajaran.Di Amerika, pada
abad ke-19, sistem
pendidikan wajib yang pertama (di kenal sebagai Common School Movement / Gerakan Sekolah Umum) terbantuk dari New
England dan menjadi model untuk pendidikan yang
dilembagakan di seluruh
negeri. New England
dikuasai oleh kaum Puritan,
dan filosofi mereka
sangat berpengaruh pada
seluruh lembaga kebudayaan New
England yang selanjutnya tertekan dalam ke dasar-dasar pendidikan Amerika.
Belajar, bagi
kaum Puritan, adalah
indoktrinasi yang sering merupakan kegiatan
yang suram, tanpa
kegembiraan, dan hanya
berisi hafalan. Di lingkungan akademis, perpaduan antara rasa sakit dan
belajar pun sangat jelas. Belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan
dicurigai.Kegembiraan, hasrat dan kreatifitas harus di tindas dan dijinakkan.
Logika yang kaku, dingin
dan analisis dianggap
sebagai satu-satunya jalan
yang benar menuju pengetahuan.Para
pakar Accelerated Learning
menyebutkan bahwa obat
untuk puritasinme adalah mengembalikan
kegembiraan dalam belajar.
Baik anak-anak maupun orang
dewasa dapat belajar
paling baik dalam lingkungan yang ditandai dengan adanya minat dan kebahagiaan pribadi, dan bukan
dalam lingkungan yang ditandai dengan intimidasi, kebosanan, stres, hal yang
tidak relevan, atau kesakitan. Di samping itu, kebanyakan buku untuk
fasilitator belajar di penuhi penjelasan tentang cara menggunakan
berbagai teknik, prosedur, metode, dan
media tertentu yang telah dibuatkan resepnya. Tetapi kebanykan buku
yang dipenuhi berbagai
teknik itu tidak
pernah berbicara tentang kegembiraan belajar. Padahal,
kegembiraan itulah yang sering merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas
belajar.
3. Komponen-komponen
Fun Learning
Dari rumusan
di atas, akan
didapati beberapa komponen pembangun suasana
yang menyenangkan tersebut.
Pertama, bangkitnya minat. Kedua,
adanya keterlibatan. Ketiga,
terciptanya makna. Keempat, adanya pemahaman
atau penguasaan materi.
Kelima, munculnya nilai yang
membahagiakan. Lantas, dari
gabungan seluruh komponen pembangun suasana
yang menyenangkan tersebut,
niscaya akan lahirlah kemudian sesuatu yang baru.
a. Bangkitnya
minat
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai “kecenderungan hati
yang tinggi terhadap
sesuatu”. Dalam bahasa yang
lebih simpel, minat
kadang dipadankan juga
dengan “gairah” atau “keinginan
yang menggebu-gebu”. Jadi,
apabila kegembiraan
dikaitkan dengan komponen
pertama ini, maka
jelas bahwa seorang pengajar atau
pembelajar menjadi gembira
lantaran di dalam
dirinya memang ada keinginan
mengajarkan atau mempelajari
suatu materi pelajaran.
b. Adanya
keterlibatan penuh peserta didik dalam mempelajari sesuatu.
Komponen kedua
ini sangat bergantung
pada keberadaan komponen pertama.
Apakah mungkin seorang pemelajar dapat terlibat secara penuh
dan aktif dalam
mengikuti sebuah pelajaran
apabila di dalam dirinya
tidak ada sama
sekali keinginan atau
gairah untuk mengikuti pelajaran
tersebut. Keterlibatan memerlukan
hubungan timbal balik. Apa
yang dipelajari dan
siapa yang ingin
mempelajari perlu ada jalinan yang akrab dan saling memahami.
c. Ikhwal
terciptanya makna
Makna
tidak mudah didefinisikan.Makna berkaitan erat dengan masing-masing
pribadi. Kata yang
mungkin paling dekat dan mudah kita pahami berkaitan dengan makna adalah terlibatnya sesuatu
yang memang “mengesankan”.
Sesuatu yang mengesankan
biasanya dapat menghadirkan
makna. Jadi apabila
sebuah pembelajaran, tidak
dapat menimbulkan kesan mendalam
terhadap pembelajar, maka
mustahil ada makna. Apalagi jika pembelajar kering, monoton, dan hampa
dari hal-hal yang bisa membuat suasana menjadi segar dan ceria, tentulah akan
sulit menciptakan makna dalam suatu pembelajaran.
d. Ikhwal
pemahaman terhadap materi yang dipelajari
Apabila minat
seorang pembelajar dapat ditimbulkan
ketika mempelajari sesuatu, lantas
dia dapat terlibat secara aktif
dan penuh dalam membahas
materi-materi yang dipelajarinya, dan
ujungujungnya dia terkesan
dengan sebuah pemelajaran yang
diikutinya, tentulah
pemahaman akan materi
yang dipelajarinya dapat
muncul secara sangat kuat.
Rasa ingin tahu
atau kehendak untuk
menguasai materi yang dipelajarinya
akan tumbuh secara
hebat apabila dia berminat,
terlibat, dan terkesan.
Sebab, ada kemungkinan
ketika diabelajar sesuatu
yang baru, dia
kemudian dapat mengaitkan
hal-hal
baru itu
dengan pengalaman lama
yang sudah tersimpan
di dalam dirinya. Intinya,
materi yang dipelajarinya
itu kemudian dapat menyatu dan selaras dengan dirinya.
e. Nilai
yang membahagiakan
Bahagia menurut bahasa, adalah keadaan atau perasaan senang tenteram (bebas
dari segala yang
menyusahkan). Berkaitan dengan belajar, bahagia
adalah keadaan yang
bebas dari tekanan,
ketakutan, dan ancaman. Rasa
bahagia yang dapat
muncul di dalam
diri si pemelajar bisa
saja terjadi karena
dia merasa mendapatkan
makna ketika mempelajari sesuatu. Dirinya jadi bahagia. Dirinya jadi
tumbuh berkembang dan berbeda
dengan sebelum-sebelumnya. Atau
dia merasa bahagia karena selama mengalami pemelajaran dia diteguhkan sebagai seorang
yang berpotensi dan
dihargai jerih payahnya
dalam memahami sesuatu.
4. Tujuan
Fun Learning
Fun learning
adalah sebuah pendekatan
dalam belajar, di
mana pendekatan ini pada
prinsipnya sangat berkaitan
dengan penciptaan kondisi belajar.
Dengan terwujudnya kondisi
belajar, proses belajarnya akan dapat lebih lancar dan tujuan belajar akan dapat tercapai.Tujuan yang diinginkan dari pembelajaran fun learning
ini adalah untuk menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pelajar,
membuat
belajar jadi
menyenangkan dan memuaskan, serta memberikan sumbangan sepenuhnya pada
kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi
dan keberhasilan para pembelajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Homeschooling merupakan pendidikan alternatif, dimana
orangtua berperan secara aktif dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya dan
anak dapat belajar dengan berbagai situasi, kondisi, lingkungan sosial yang
terus berkembang. Proses pembelajaran homeschooling bersifat fleksibel baik
dari segi waktu dan keinginan anak untuk belajar sesuai dengan minat dan
potensinya secara mandiri dan disiplin.Ada tiga jenis homscooling yaitu
homescooling tunggal, homescooling majemuk, dan komunitas homescooling.
Fun
learning adalah sebuah
pendekatan dalam belajar,
di mana pendekatan ini
pada prinsipnya sangat
berkaitan dengan penciptaan kondisi belajar.
Dengan terwujudnya kondisi
belajar, proses belajarnya akan dapat lebih lancar dan
tujuan belajar akan dapat tercapai.
Tujuan yang diinginkan dari
pembelajaran fun learning ini adalah untuk menggugah sepenuhnya
kemampuan belajar para pelajar, membuat belajar jadi menyenangkan dan
memuaskan, serta memberikan sumbangan sepenuhnya pada
kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi
dan keberhasilan para pembelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Bobbi DePorter&
Mark Reardon, Quantum Teaching:
Mempraktikkan Quantum Learnin
di Ruang Kelas,
Terj. Ary Nilandari, (Bandung: Kaifa, 2005), hlm.23
Djamaluddin Darwis, Strategi Belajar Mengajar, dalam Abdul Mu’ti (eds), Pbm-Pai Di Sekolah,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset,1998)., hlm 209
Hernowo, Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan, Op. Cit.,
hlm.29
Tim Dosen Pedagogy,
pengantar didaktik, (Yogyakarta : K-Media, 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar