MANUSIA SEBAGAI ANIMAL EDUCANDUM
MAKALAH
Ditujukan guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pedagogik
Dosen Pengampu: Nurjaman, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 3 Semester 6 kelas SD14.A3
Agustin Eliyana (140641101)
Desy Retno Juardini (140641091)
Muhamad Husen (140641102)
Kelas SD14.A3
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2016
KATA PENGANTAR
Pujidansyukurpenulispanjatkanke-hadiratillahi
rabbi yang dengansegalanikmat-Nya
lahpenulisdapatmenyelesaikanlaporanini.SholawatsertasalamsemogatercurahkepadaNabi
Muhammad SAW besertakeluarganya, sahabatnya, danumatnyahinggaakhirzaman.
Penyusunanmakalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliahPedagogik. Makalahini berjudul “ManusiaSebagai Animal Educandum” yang didalamnya membahas tentang
“persamaandanperbedaanmanusiadenganhewan, manusiasebagaimakhluk yang
dapatdididik, danfaktor-faktor yang mempengaruhiperkembanganmanusia”.
Terima
kasih penyusun sampaikan kepada:
1. Nurjaman,M.Pdselaku dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran Pedagogik.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................... 3
A. PersamaandanPerbedaanManusiadanHewan.................................
3
B.
ManusiasebagaiMakhluk
yang Dapatrdididik.................................. 6
C.
Faktor-Faktor
yang MempengaruhiPerkembangan
Manusia...........................................................................................
9
BAB III PENUTUP .................................................................................. 11
A. Kesimpulan ..................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
kecerdasan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan juga
adalah satu usaha mengatur pengetahuan untuk menambahkan lagi pengetahuan yang
semula tidak tahu menjadi tahu. Dalam
proses tidaktahumenjaditahutersebutmanusiamengalamisebuahrangkaian proses
pembel ajaran.
Manusia sejak lahir telah dibekali dengan sejumlah potensi. Potensi adalah
kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi modal bagi manusia tersebut agar
kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan di lingkungan di mana dia berada.
Anak manusia dalam hal ini adalah manusia yang belum dewasa sehingga potensi
yang ada pada diri anak ibarat bahan baku (raw material) yang belum siap
pakai. Untuk menjadi barang siap pakai (manufacture), maka dalam proses
menjadi potensi tersebut membutuhkan sebuah penanganan dan bantuan oleh orang
dewasa.
Anak manusia pada hakikatnya
adalah makhluk yang dapat dididik (animal educabile), makhluk yang harus
dididik (animal educandum) dan makhluk yang dapat mendidik (homo
enducandum).
Olehkarenaitu, kami
disiniakanberusahamengkajitentanghal-halmengenaikedudukanmanusiasebagaimahlukpendidikan terutama dalam hal Manusia
sebagai makhluk yang harus dididik (Animal Educandum).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.
Apa saja perbedaan dan persamaan antara manusia dengan
hewan?
2.
Mengapa manusia perlu di didik sebagai animal educandum?
3.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
manusia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan penulisannya adalah untuk mengetahui:
1.
Perbedaan dan kesamaan antara manusia dengan hewan
2.
Alasan manusia perlu di didik sebagai animal educandum
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persamaan dan Perbedaan Manusia
dengan Hewan
Pada dasarnya, hewan berperilaku
hanyalah berdasarkan atas insting atau nalurinya. Hewan tidak dapat membedakan
perbuatan baik ataupun buruk, mana perbuatan bermoral maupun tidak bermoral.
Hewan tidak memiliki hati nurani, tidak mampu memiliki nilai-nilai, tidak memiliki
perasaan. Hewan tidak akan memiliki perasaan bagaimana pun manusia berusaha
menyampaikannya pada hewan tersebut.
Beberapa ekor hewan mungkin dapat
dilatih untuk mengenal tanda-tanda (signal-signal) tertentu, sehingga
tanda-tanda tersebut dapat dikenali oleh hewan dengan hasil berupa
gerakan-gerakan mereka. Namun, gerakan-gerakan tersebut hanyalah gerakan yang
terjadi mekanis, secara otomatis saja. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa
gerakan tersebut merupakan hasil berpikir dari hewan tersebut.
Hasil berpikir secara intelektual
melibatkan simbol-simbol. Hewan dapat dilatih mengenal tanda-tanda melalui
latihan secara terus-menerus, tetapi hewan tidak akan memahami simbol-simbol,
seperti bahasa. Berbeda dengan manusia yang berkemampuan berkomunikasi melalui simbol-simbol.
Manusia dengan hewan memiliki
beberapa persamaan dalam struktur fisik dan perilakunya. Secara fisik, manusia
dan hewan, khususnya hewan menyusui dan bertulang belakang, memiliki
perlengkapan prinsipal tidak terbatas perbedaan.
Pendidikan pada hakikatnya akan
berusaha untuk mengubah perilaku. Tetapi perilaku mana yang dapat terjangkau
oleh pendidikan, karena hewan pun adalah makhluk yang berperilaku. Dalam hal
ini, Prof. Khonstam (SikunPribadi 1984) mengemukakan beberapa jenis perilaku
dari berbagai makhluk sebagai berikut:
1.
Anorganis
Anorganis adalah suatu gerakan yang terjadi pada benda-benda mati, tidak
bernyawa. Gerakan ini ditentukan atau tergantung kepada hukum kausal
(sebab-akibat). Manusia dilempar dari gedung bertingkat tiga misalnya, ia akan
jatuh kebawah, sama halnya seperti kita melempar batu (benda mati). Hal ini
terjadi karena adanya gaya tarik bumi.
2.
Organis/nabati
Organis adalah gerakan yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan. Manusia dan hewan
sama-sama memiliki perilaku ini, manusia maupun hewan bernapas, tumbuhan juga
bernapas. Dalam tubuh hewan dan tumbuhan terjadi peredaran zat-zat makanan,
seperti halnya juga terjadi pada tumbuh-tunbuhan. Gerakan ini terjadi secara
otomatis tidak perlu dipelajari. Setiap makhluk hidup dengan sendirinya
memiliki gerakan nabati ini.
3.
Hewani
Perilaku ini lebih tinggi
derajatnya dari perilaku nabati. Perilaku ini bersifat inspiratif (seperti
insting lapar, insting seks, insting berkelahi), dapat diperbaiki sampai taraf
tertentu, dan dapat memiliki kesadaran indera, di mana manusia dan hewan dapat
mengamati lingkungan karena memiliki alat indera.
4.
Manusiawi
Manusiawi merupakan perilaku yang hanya terdapat pada manusia. Adapun
perilaku ciri-ciri ini adalah:
a.
Manusia berkemampuan untuk menguasai hawa nafsu.
b.
Manusia memiliki kesadaran intelektual, ia dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menjadikan manusia makhluk berbudaya.
c.
Manusia memiliki kesadaran diri, dapat menyadari sifat-sifat yang ada pada
dirinya, manusia dapat mengadakan introspeksi.
d.
Manusia adalah makhluk sosial, membutuhkan orang lain untuk hidup
bersama-sama, berorganisasi dan bernegara.
e.
Manusia memiliki bahasa simbolis, baik tertulis maupun secara lisan.
f.
Manusia dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika) dan dapat
berbuat sesuai nilai-nilai tersebut, dan memiliki kata hati.
Ciri-ciri tersebut diatas sama sekali tidak dimiliki oleh hewan, yang
dengan ciri-ciri itu lah manusia dapat dididik, dapat memperbaiki perilakunya,
dalam bentuk suatu pribadi yang utuh.
5.
Mutlak
Mutlak dimana manusia dapat berkomunikasi dengan sang Maha pencipta.
Manusia dapat menghayati kehidupan beragama, yang merupakan nilai yang paling
tinggi dalam kehidupan manusia.
Lapisan perilaku yang menjadi garapan pendidikan ialah lapisan manusiawi dan
lapisan mutlak. Lapisan manusiawi sebagian besar menyangkut dimensi kejiwaan
dan psikis, sedangkan lapisan mutlak menyangkut kehidupan spiritual.
Dimensi kejiwaan meliputi aspek kognitif, afektif atau emosional serta
aspek psikomotoris, sehingga dalam hal ini, jelas bahwasanya hewan tidak dapat di didik dan
tidak memungkinkan untuk menerima pendidikan, sehingga tidak mungkin dapat
dilibatkan dalam proses pendidikan hewan hanya memiliki insting namun tidak
memiliki akal. Hanya manusialah yang dapat dan memungkinkan menerima
pendidikan, karena manusia memiliki dilengkapi dengan akal.
B.
Manusia adalah Makhluk yang dapat di Didik
Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani
keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi
manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. ”Manusia
dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian kesimpulan Immanuel
Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan
tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan identitas
kepada manusia dengan sebutan ”animal Educandum” atau
hewan yang perlu didik dan mendidik diri (M.J.Langeveld, 1980)
Penulis setuju dengan teori dari Immanuel Kant yang mengatakan bahwa manusia
dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan, karena hanya dengan
pendidikanlah potensi manusia dapat berkembang dengan optimal. Dengan
pendidikan, manusia dapat menjadi manusia yang utuh dan potensial.
Penulis setuju dengan M.J Langeveld yang memberikan identitas kepada
manusia dengan sebutan “animal educandum” karena manusia adalah makhluk
yang memiliki kemiripan dengan hewan, tetapi bedanya, manusia wajib untuk
dididik karena lapisan manusiawi dan lapisan spiritual adalah hal yang sangat
penting untuk dikembangkan.
N. Drijakarya S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia
mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia
tidak pernah berhenti selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fisiologik
maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horizontal (ke arah sesama dan dunia) maupun kearah transedental (kearah Yang
Mutlak).Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat
dididik.
Penulis setuju dengan pendapat N.Drijakarya yang menyatakan bahwa manusia
berupa dinamika yang selalu aktif, tidak pernah berhenti. Karena manusia memang
selalu bergerak, baik berjalan, berlari, dan beribadah kepada Tuhan yang Maha
Esa.
Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk
sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh
timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang
lainnya. Sebab itu, maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat
dididik.Ada 4 prinsip
antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu :
1.
Prinsip Individualitas
Praktek pendidikan merupakan upaya membantu manusia (peserta didik)
yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri. Disisi lain,
manusia (peserta didik) adalah individu yang memiliki dirinya sendiri
(subyektivitas) bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri.
2.
Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama
manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh pendidikan
disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Dengan demikian Hakikat
manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhungan pengaruh timbal
balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya.
Sebab itu, sosialitas mengimplementasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
3.
Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan
berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan
bertujuan agar manusia berakhlak mulia, agar manusia berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari agama, masyarakat dan
budayanya. Dipihak lain, manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan
mana yang baik dan yang jahat. Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan
bahwa manusia akan dapat di didik.
4.
Prinsip uniksitas
Setiap manusia bersifat unik dan tidak ada dua manusia yang identik (sama)
dalam segalanya.
Beberapa asumsi yang memungkinkan manusia harus dididik dan memperoleh
pendidikan, yaitu:
a.
Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Manusia begitu lahir ke
dunia, perlu mendapatkan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat
melangsungkan hidup dan kehidupannya.
b.
Manusia lahir tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan itu
sendiri memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama. Dalam mengarungi
kehidupan dewasa, manusia perlu dipersiapkan. Bekal tersebut dapat diperoleh
dengan pendidikan.
c.
Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk
sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh
timbal balik dimana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang
lainnya. Oleh Sebab itu,
maka sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan perlu dididik.
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Anak manusia sejak dilahirkan berkembang terus hingga mati. Perkembangan
anak manusia itu meliputi perkembangan fisik dan psikis, berlangsung secara
teratur dan terarah menuju kedewasaannya. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak, adalah sebagai berikut:
1.
Faktor Keturunan
Anakmemilikiwarisansifat-sifatbawaan yang berasaldarikedua orang tuanya,
merupakanpotensitertentu yang sudahterbentukdansukar diubah.Menurut H.C.
Witheringtondalam Abu Ahmadi (2001), hereditasadalah proses
penurunansifat-sifatatauciri-ciritertentu, darisatugenerasikegenerasi lain
denganperantaraanselbenih. Padadasarnya yang diturunkanituadalahstrukturtubuh,
jadiapa yang diturunkan orang tuakepadaanak-anaknyaberdasarperpaduan gen-gen
yang padaumumnyahanyamencakupsifatatauciri-ciriatausifat orang tua yang
diperolehdarilingkunganatauhasilbelajardarilingkungan.
2.
Faktor Lingkungan
Lingkungandisekitarmanusiadapatdigolongkankepadaduajenis,
yaitulingkunganbiotikdanlingkunganabiotik.Lingkunganabiotikadalahlingkunganmakhluktidakbernyawasepertibatu, air, hujan, tanahdanmusim.Itusemuadapatmempengaruhikehidupanmanusia. Lingkunganbiotikadalahlingkunganmakhlukhidupbernyawaterdiridaritigajenisyaitulingkungannabati,
lingkunganhewani, danlingkunganmanusia (sosial, budayadan
spiritual).Lingkungansosialmeliputibentukhubungansikapatautingkahlakumanusia.Lingkunganbudayameliputiadatistiadat,
bahasa, norma-normadanperaturan yang berlaku.Lingkungan spiritual meliputi
agama dankeyakinan.
3.
Faktor Diri
Guru harusmemahamifaktordiri yang
merupakanfaktorkejiwaankehidupanseoranganak. Faktor-faktorinidapatberupaemosi,
motivasi, integrasi, sikapdansebagainya. Beberapa ciri perkembangan kejiwaan anak
yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2001:220-221), yaitu sebagai berikut :
a.
Ciri
Perkembangan Kejiwaan Anak Taman Kanak-Kanak
Ciri-ciri
perkembangan anak usia TK yaitu:
i.
Kemampuan
melayani kebutuhan fisik secara sederhana telah mulai berubah.
ii.
Mulai
mengenal kehidupan sosial dan pola sosial yang berlaku dan dilakukannya.
iii.
Menyadari
dirinya berbeda dengan anak yang lainyang mempunyai keinginan dan perasaan
tertentu.
iv.
Masih
tergantung dari orang lain, dan memerlukan perlindungan orang lain. Belum
dapat membedakan antara yang nyata dan yang khayal.
b.
Ciri-ciri
Perkembangan Kejiwaan Anak SD
i.
Pertumbuhan
fisik dan motorik maju pesat.
ii.
Kehidupan
sosial diperkaya dengan kemampuan bekerja sama dan bersaing dalam kehidupan
berkelompok.
iii.
Mempunyai
kemampuan memahami sebab akibat
iv.
Dalam
kegiatan – kegiatannya belum membedakan jenis kelamin, dan dasar yang digunakan
adalah kemampuan dan pengalaman yang sama.
c.
Ciri-ciri
Perkembangan kejiwaan Anak SMP
i.
Mulai
mampu memahami hal-hal yang abstrak ( khayal)
ii.
Mampu
bertukar pendapat dengan orang lain
iii.
Tumbuh
minat memahami diri sendiri dan diri orang lain
iv.
Tumbuh
pengertian tentang konsep norma dan sosial
v.
Mampu
membuat keputusan sendiri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia sejak lahir telah dibekali dengan
sejumlah potensi. Potensi adalah kemampuan, kesanggupan, daya yang menjadi
modal bagi manusia tersebut agar kelak siap mandiri dalam menjalani kehidupan
di lingkungan di mana dia berada.
M.J. Langeveld yang memandang
manusia sebagai “animal educandum” yang mengandung makna bahwa manusia
merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik. Manusia merupakan makhluk yang
perlu di didik, karena manusia pada saat dilahirkan kondisinya sangat tidak
berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam kondisi
yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang sangat besar.
Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas
yang besar yakni sebagai khalifah dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat
memerlukan bantuan dari orang yang ada disekitarnya. Bantuan yang diberikan
itulah awal kegiatan pendidikan. Sesuai dengan tugas yang akan diembannya nanti
dikemudian hari, dibalik ketidakberdayaan atau ketergantungan yang lebih dari
binatang. Hanya kemampuan-kemampuan tersebut masih tersembunyi, masih merupakan
potensi-potensi yang perlu dikembangkan. Disinilah perlunya pendidikan dalam
rangka mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi kemampuan
nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk
yang dapat di didik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara implisit terlihat
pula bahwa tidak mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik,
apabila manusia bukan mahkluk yang dapat di didik.
B.
Saran
Manusia mempunyai potensi yang
tidak dapat dimiliki makhluk lain yaitu akal. Oleh karena itu, kita harus terus
belajar dan perlu pendidikan untuk mendewasakan diri. Karena tanpa pendidikan,
manusia tidak dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Seperti pepatah
mengatakan bahwa “carilah ilmu sampai ke negeri Cina”. Lalu sebagai calon guru,
teruslah belajar bagaimana cara mendidik anak-anak, karena ditangan kita lah
potensi mereka dapat berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Pedagogy.
2016. PengantarDidaktik. Yogyakarta: K-Media
Sadulloh, Uyoh dkk.2010.Pedagogik(ilmu mendidik).
Bandung: Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar