Jumat, 03 Februari 2017



DESIGN PEMBELAJARAN DIDAKTIK III
THEMATIC CLASSROOM DESIGN DAN STORY TELLING DESIGN

DiajukanuntukmemenuhitugasmatakuliahPembelajaranPedagogik
Dosen: Nurjaman, M.Pd



Disusunoleh:
1.      ImasMaspufah        (140641081)
2.      NurFajrina               (140641088)
3.      SyskaDwiTamala    (140641098)
Kelompok 11
Kelas: SD14-A3


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2016 KATA PENGANTAR

Pujisyukurkami panjatkankehadiratTuhan Yang MahaEsa yang telahmemberikanrahmatdanhidayah-Nyasehinggakami dapatmenyelesaikantugasmakalah, yang berjudul “Design Pembelajaran Didaktik III: Thematic Classroom Design danStory Telling Design”.
Dalampenyusunantugasini, tidaksedikithambatan yang kami hadapi.Namun kami menyadaribahwakelancarandalampenyusunanmateriinitidak  lainberkatbantuan, dorongandanbimbinganbapakDosensertarekan-rekansekalian, sehinggakendala-kendala yang kami hadapidapatteratasi. Olehkarenaitu kami mengucapkanterimakasihkepadaNurjaman, M.Pd. selakuDosenPembelajaranPedagogik yang telahmemberikantugasdanpetunjukkepada kami, sehingga kami termotivasidalammenyelesaikantugasini.
Dalampenyusunanmakalahinitentujauhdarisempurna, olehkarenaitusegalakritikdan saran sangat kami harapkan demi perbaikandanpenyempurnaantugasinidanuntukpelajaranbagikitasemuadalampembuatanmakalah yang lain di masamendatang. Semogadenganadanyamakalahinikitadapatbelajarbersama demi kemajuankitadankemajuanilmupengetahuan.

Cirebon, Januari 2017

Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I   PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A.  LatarBelakang............................................................................... 1
B.  RumusanMasalah........................................................................... 2
C.  Tujuan............................................................................................ 2
BAB II  PEMBAHASAN.............................................................................. 3
A.   Thematic Classroom Design ........................................................ 3
1.        PengertianThematic Classroom Design ................................. 3
2.        KarakteristikPembelajaranTematik......................................... 3
3.        PengelolaanruangPembelajaranTematik................................. 4
4.        ImplikasiPembelajaranTematik............................................... 5
B.     Story Telling Design ..................................................................... 7      
1.    PengertianStory Telling ............................................................ 7
2.    TujuanStory Telling .................................................................. 9
3.    Hal pentingdalamStory Telling ................................................ 10
4.    PenyebabtidakoptimalnyapenerapanStory Telling.................... 11
BAB III PENUTUP....................................................................................... 13
A.  Kesimpulan.................................................................................. 13
B.  Saran ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15







BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan dalam kenyataanya bukan sekedar membahas perihal perencanaan, proses pelaksanaan, dan evaluasi hasil pendidikan semata, lebih jauh pendidikan menyentuh aspek penjiwaan dari seorang praktisi pendidikan, serta bagaimana interpretasi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri sebagai alat ukur keberhasilan dari program pendidikan itu bisa di tindak lanjuti atau tidak.
Jika kita mau melihat jenjang tahapan pendidikan, yakni sebuah langkah pendidikan yang terencana dan mengarah pada satu titik tujuan pendidikan.Maka jelas bahwa lapangan pendidikan merupakan wilayah yang sangat luas.Ruang lingkupnya mencakup seluruh pengalaman dan pemikiran manusia dalam kaitannya dengan memprogram perubahan manusia pada satu titik nilai yang kita sepakati bersama.Hampir dari setiap jenjang kehidupan manusia mengalami sekaligus melaksanakan pendidikan.Sebagai contoh jenjang kanak-kanak awal maupun akhir menjalani perannya sebagai subjek maupun objek pendidikan.Kemudian jenjang manusia dewasa menjalani perannya sekaligus sebagai subjek atau objek pendidikan itu sendiri, demikian selanjutnya.
Maka bagi calon guru SD idealnya menyajikan ragam pembelajaran dengan disain khusus bagi mereka.Semua itu semata-mata usaha kita menyesuaikan antara pelaksanaan dengan teori.Disain pembelajaran masa anak awal dan akhir harus lebih kita rekayasa nyaman dan menyenangkan bagi anak. Sebuah perencanaan, rekayasa situasi ruang fisik dan ruang psikologis bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
Dengan harapan pembelajaran menjadi aktifitas inspiringfull, tidak membosankan dan selalu mendorong para peserta didik nyaman dan relax. Hal ini sebagai strategi dinamis terwujudnya cita-cita pendidikan. Maka dari itu, makalah ini akan membahas tentang desain pembelajaran antara lain Thematic Classroom design dan Story Telling design.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Apa yang dimaksud dengan thematic Classroom design?
2.        Bagaimana karakteristik pembelajaran tematik?
3.        Bagaimana pengelolaan ruang pembelajaran tematik?
4.        Apa saja implikasi pembelajaran tematik?
5.        Apa yang dimaksud dengan Story Telling design?
6.        Apa tujuan dari Story Telling?
7.        Apa saja hal penting dalam Story Telling?
8.        Apa penyebab tidak optimalnya penerapan Story Telling?

C.      Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka didapat tujuannya sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui maksud dari thematic Classroom design.
2.        Untuk mengetahui karakteristik pembelajaran tematik.
3.        Untuk mengetahui pengelolaan ruang pembelajaran tematik.
4.        Untuk mengetahui implikasi pembelajaran tematik.
5.        Untuk mengetahui maksud dari Story Telling design.
6.        Untuk mengetahui tujuan dari Story Telling.
7.        Untuk mengetahui hal penting dalam Story Telling.
8.        Untuk mengetahui penyebab tidak optimalnya penerapan Story Telling.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Thematic Classroom Design
1.        Pengertian Thematic Classroom Design
Pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru sebagaipengajar menciptakan lingkungan untuk mempermudah pembelajaran (Joyce, 2016:6). Saat ini implementasi pembelajaran di Sekolah Dasar menggunakan pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang mengaitkan beberapa pelajaran dalam satu tema.Tema tersebut diambil dari kehidupan siswa.Tema-tema tersebut diharapkan dapat dimaknai siswa dalam kehidupan sehari-hari.Pembelajaran tematik tepat untuk siswa Sekolah Dasar karena mereka merupakan individu yang masih pada tahap operasional konkret.Mereka tidak melihat mata pelajaran berdiri sendiri dalam kehidupan sehingga membutuhkan tema-tema tertentu dalam sebuah pembelajaran.

2.        Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik di Sekolah Dasar memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut diantaranya: (1) berpusat pada siswa; (2) memberikan pengalaman langsung; (3) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas; (4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran; (5) fleksibel; (6) belajar sambil bermain. Pembelajaran yang berpusat pada siswa  (student centered) yang dapat menempatkan siswa berperan sebagai subjek belajar. Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung bagi siswa yaitu  dihadapkan sesuatu yang konkret. Fokus pembelajaran dikaitkan dengan tema  dari berbagai mata pelajaran  yang berkaitan dengan kehidupan siswa, bahkan bahan ajar yang digunakan bersifat luwes sesuai dengan lingkungan siswa dan pembelajaran tematik diharapkan dapat belajar sambil bermain.
Pada pembelajaran tematik, ada beberapa komponen yang berkaitan dalam pelaksanaannya.Komponen tersebut diantaranya peran guru dan siswa, pengelolaan kelas dan strategi dalam pembelajaran tematik. Hal ini akan dibahas tentang pengelolaan kelas dalam pembelajaran tematik. Kelas merupakan lingkungan yang digunakan dalam proses pembelajaran.  Untuk menciptakan lingkungan tersebut dibutuhkan seorang pengelola. Guru sebagai pengelola dalam pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah cara guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang tertib (Jacobsen, 2009:41).

3.        Pengelolaan Ruang Pembelajaran Tematik
Pengelolaan kelas dalam pembelajaran tematik tentu diperlukan.Pada pelaksanaan pembelajaran tematik suasana belajar dibuat menyenangkan.Ruangan ditata disesuaikan dengan tema yang dilaksanakan.Selain itu, modifikasi bangku siswa disesuaikan dengan kebutuhan belajar.Siswa tidak selalu duduk di bangku namun bisa juga di karpet.Kegiatan belajar pun dapat dilakukan di dalam kelas maupun luar kelas (Majid, 2014:191).
Dalam pembelajaran tematik pengaturan ruang belajar diatur untuk memudahkan proses pembelajaran, pengaturan belajar berkelompok, penyusunan meja dan kursi di dalam kelas diatur sedemikian rupa sehingga guru dan siswa dapat bergerak secara leluasa serta sewaktu-waktu dapat melihat dengan jelas apa yang tertera di papan tulis. Dengan demikian apa yang dilakukan oleh guru dalam mengatur ruang pembelajaran tematik telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Djamarah (2005: 174).
Adanya pengaturan ruang kelas yang disesuaikan dengan tema, lebih memungkinkan siswa lebih leluasa dalam menentukan tempat duduknya, selain itu hal ini dapat mengurangi rasa bosan bagi siswa.Ruangan tempat pembelajaran tematik yang diatur sedemikian rupa oleh guru memungkinkan semua siswa dapat bergerak leluasa tidak berdesakkan dan saling mengganggu antara peserta didik yang satu dengan lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rohani (2004: 126), tentang pengaturan ruang kelas yang menyatakan:”Ruangan tempat belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak berdesakkan dan saling mengganggu antara peserta didik yang satu dengan lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar”. Pengaturan ruang pembelajaran tematik dilakukan sebagai upaya guru untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.
Dengan kata lain pengelolaan ruang kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah lingkungan belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif.

4.        Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
a.         Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
b.        Implikasi bagi siswa: (a)  Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
c.         Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media: (a) Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. (b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.(d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.
d.        Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar, alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.
e.         Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.



B.       Story Telling Design
1.        Pengertian Story Telling Design
Menurut Hidayat (dalam Rahayu, 2013:80) “Storytelling  atau bercerita merupakan aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan”. Arini, dkk (2006:63) menyatakan bahwa “kegiatan bercerita dapat memberikan hiburan dan merangsang imajinasi anak.Kegiatan bercerita juga menambah kemampuan berbahasa anak dan membantu mereka menginternalisasi karakter cerita”.
Pendapat-pendapat inilah yang memperkuat  bahwa penerapan metode  Storytelling  dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat melatih keterampilan berbicara, siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas, dan berani untuk mengemukakan pendapat. Dengan demikian, siswa menjadi lebih percaya diri, baik dalam proses pembelajaran atau dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menuntut harus terampil berbicara.
Storytelling adalah sebuah teknik atau kemampuan untuk menceritakan sebuah kisah, pengaturan adegan, event, dan juga dialog. Kalau di film, para film maker bersenjatakan kamera; di komik, para komikus bersenjatakan gambar dan angle cerita; di cerpen atau novel, para penulis bersenjatakan pena, diksi, dan permainan kata serta deskripsi, dengan menyampaikan sebuah cerita dengan cara mendongeng.
Storytelling menggunakan kemampuan penyaji untuk menyampaikan sebuah cerita dengan gaya, intonasi, dan alat bantu yang menarik minat pendengar. Storytelling sering digunakan dalam proses belajar mengajar utamanya pada tingkat pemula atau anak-anak. Teknik ini bermanfaat melatih kemampuan mendengar secara menyenangkan.
Orang yang ingin menyampaikan storytelling harus mempunyai kemampuan public speaking yang baik, memahami karakter pendengar, meniru suara-suara, pintar mengatur nada dan intonasi serta keterampilan memakai alat bantu. Dikatakan berhasil menggunakan teknik storytelling, jika pendengar mampu menangkap jalan cerita serta merasa terhibur.Selain itu, pesan moral dalam cerita juga diperoleh.Dikatakan berhasil saat pendengar mampu menangkap jalan cerita serta merasa terhibur.Selain itu, pesan moral dalam cerita juga diperoleh.
Guru bercerita dengan alat bantu Puppets atau gambar yang digantung di papan. Guru memanfaatkan intonasi, gerakan tangan, demonstrasi, dan mimik wajah pada waktu dia bercerita. Pada saat bercerita, guru dapat secara bebas menambah kata, mengubah atau mengulang kalimat atau ungkapan yang dianggap penting.
Sebaiknya, peragaan dilakukan berulang-ulang agar siswa lebih mudah memahami alur cerita.Pengulangan dapat berbenuk pertanyaan atau melanjutkan kalimat guru yang belum selesai.Kegiatan ini guru tidak membaca teks, tetapi menyampaikan isi cerita yang sudah dihafalkan sebelumnya.Dalam kegiatan ini, siswa bisa bisa dilibatkan, misalnya diminta menerka atau meneruskan cerita sesuai dengan daya kreasi mereka.
Dalam kegiatan bercerita tanpa membaca teks, guru dituntut benar-benar menguasai alur cerita dan pelaku-pelakunya. Dengan mengguanakan stick puppets sesuai pelaku cerita, guru dapat berinteraksi dengan anak-anak didiknya, bahkan anak-anak senang sekali bila mereka ikut terlibat langsung.Story telling memiliki tujuan, antara lain untuk melatih keterampilan menyimak dan untuk melatih pemahaman mereka dalam mengikuti kegiatan listening.
Pada metode  Storytelling  siswa diajak untuk menyampaikan informasi baik itu kejadian, film, buku atau pengalaman yang pernah dialami yang dikemas dalam sebuah cerita yang disampaikan secara lisan, tulisan, maupun akting. Penerepan metode  Storytelling  dimulai dengan pemberian penjelasan manfaat cerita oleh guru sehingga dapat menggugah rasa ingin bercerita dari diri siswa. Manfaat kegiatan bercerita diantaranya siswa dapat mengembangkan kosakata, kemampuan berbicara, mengekspresikan cerita yang disampaikan sesuai karakteristik tokoh yang dibacakan dalam situasi yang menyenangkan, serta melatih keberanian siswa untuk tampil di depan umum.
Manfaat bercerita tersebut sejalan dengan pendapat Arini, dkk (2006:63) yang menyatakan bahwa kegiatan bercerita dapat memberikan hiburan dan merangsang imajinasi anak.Kegiatan bercerita juga menambah kemampuan berbahasa anak dan membantu mereka menginternalisasi karakter cerita. Selanjutnya guru memberikan pilihan atau alternatif cerita yang akan dibaca dan diceritakan oleh siswa. Alternatif cerita yang diberikan oleh guru adalah cerita yang sudah sering didengarkan oleh siswa dan masih berkaitan dengan peristiwa yang terjadi disekitar siswa atau pengalaman yang dialami oleh siswa.Seperti peristiwa gunung meletus, banjir, wabah penyakit, dan lain sebagainya.
Cerita yang ringan dan sering terjadi di sekitar siswa membuat siswa lebih mudah mengerti peristiwa tersebut, sehingga mampu untuk menceritakan kembali isi cerita tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nusantari (2012:61) yang menyatakan bahwa  Storytelling  (bercerita) adalah kemampuan menceritakan kembali sebuah kejadian, film, buku, atau pengalaman yang pernah dialami dan dikemas dalam cerita yang menarik.
2.        Tujuan Story Telling
Tujuan dari pembelajaran Story Telling, sebagai berikut:
a.         Menciptakan suasana senang.
b.        Memberi kesenangaan, kegembiraan, kenikmatan mengembangakan imajinasi pendengar.
c.         Memberi pengalaman baru dan mengembangakan wawasan pendengar.
d.        Dapat memberikan pemahaman yang baik tentang diri mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka.
e.         Dapat memberi pengalaman baru termasuk di dalamnya masalah kehidupan yang ada di lingkungan.
f.         Pendengar belajar berbicara dalam gaya yang menyenangakan serta menambah pembendaharaan kata dan bahasanya.
g.        Melatih daya tangkap dan daya konsentrasi pendengar.
h.        Melatih daya pikir dan fantasi pendengar.
i.          Menanamkan nilai-nilai budi pekerti.

3.        Hal penting dalam Story Telling
a.         Kontak mata
Saat story telling berlangsung, pendongeng harus melakukan kontak mata dengan audience.Pandanglah audience dan diam sejenak. Dengan melakukan kontak mata audience akan merasa dirinya diperhatikan dan diajak untuk berinteraksi, selain itu dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang didongengkan. Dengan begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.
b.        Mimik wajah
Pada waktu story telling sedang berlangsung, mimik wajah pendongeng dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan.Pendongeng harus dapat mengekspresi wajahnya sesuai dengan yang di dongengkan.
c.         Gerak tubuh
Geraka tubuh pendongeng waktu proses story telling berjalan dapat turut pula mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih menarik. Cerita yang di dongengkan akan terasa berbeda jika mendongeng akan terasa berbeda jika mendongeng melakukan gerakan-gerakan yang merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang didongengkannya. Dongeng akan terasa membosankan, dan akhirnya audience tidak antusias lagi mendengarkan dongeng.
d.        Suara
Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat digunakan pendongeng untuk membawa audience merasakan situasi dari cerita yang didongengkan.  Pendongeng akan meninggikan intonasi suaranya untuk mereflekskan cerita yang mulai memasuki tahap yang menegangkan. Pendongeng profesiaonal biasanya mampu menirukan suara-suara dari karakter tokoh yang didongengkan.Misalnya suara ayam, suara pintu yang terbuka.
e.         Kecepatan
Pendongeng harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada saat story telling.Agar kecepatan yang dapat membuat anak-anak manjadi bingung ataupun terlalu lambat sehingga menyebabkan anak-anak menjadi bosan.
f.         Alat Peraga
Untuk menarik minat anak-anak dalam proses story telling, perlu adanya alat peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai ditangan untuk mewakili tokoh yang menjadi materi dongeng. Selain boneka, dapat juga dengan cara memakai kostum-kostum hewan yang lucu, intinya membuat anak merasa ingin tahu dengan materi dongeng yang akan disajikan.

4.        Penyebab tidak optimalnya Penerapan Story Telling
Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab kurang optimalnya penerapan metode  Storytelling  untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa yaitu: 1) siswa kurang percaya diri untuk berbicara di depan kelas, 2) untuk menerapkan metode  Storytelling  dalam pembelajaran diperlukan waktu yang lebih lama, dan 3) jumlah siswa yang banyak menyebabkan susah untuk menilai keterampilan berbicara siswa. Semakin banyak jumlah siswa maka semakin sulit untuk menerapkan metode  Storytelling dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh waktu yang terbatas dan guru harus menilai keterampilan siswa satu persatu di depan kelas.
Kiat-kiat yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan metode Storytelling  adalah dengan selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk mengarahkan dan merangsang siswa agarlebih aktif dan percaya diri dalam setiap kegiatan pembelajaran.Guru juga harus mampu untuk mengatur waktu yang tersedia dengan sebaik mungkin, sehingga penerapan metode  Storytelling  dalam pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Apabila masih tidak memungkinkan, guru dapat membagi waktu untuk metode Storytelling menjadi beberapa bagian atau menyiapkan waktu tersendiri.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang mengaitkan beberapa pelajaran dalam satu tema.Tema tersebut diambil dari kehidupan siswa.Tema-tema tersebut diharapkan dapat dimaknai siswa dalam kehidupan sehari-hari.Pembelajaran tematik di Sekolah Dasar memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut diantaranya: (1) berpusat pada siswa; (2) memberikan pengalaman langsung; (3) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas; (4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran; (5) fleksibel; (6) belajar sambil bermain.
Ruangan tempat pembelajaran tematik yang diatur sedemikian rupa oleh guru memungkinkan semua siswa dapat bergerak leluasa tidak berdesakkan dan saling mengganggu antara peserta didik yang satu dengan lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar. Menurut Hidayat (dalam Rahayu, 2013:80) “Storytelling  atau bercerita merupakan aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan”.
Tujuan dari pembelajaran Story Telling, sebagai berikut: menciptakan suasana senang, memberi kesenangaan, kegembiraan, kenikmatan mengembangakan imajinasi pendengar, memberi pengalaman baru dan mengembangakan wawasan pendengar, dan dapat memberikan pemahaman yang baik tentang diri mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka.Hal penting dalam Story Telling, sebagai berikut: kontak mata, mimik wajah, gerak tubuh, suara, kecepatan, dan alat peraga.
Penyebab kurang optimalnya penerapan metode  Storytelling  untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa yaitu: 1) siswa kurang percaya diri untuk berbicara di depan kelas, 2) untuk menerapkan metode  Storytelling  dalam pembelajaran diperlukan waktu yang lebih lama, dan 3) jumlah siswa yang banyak menyebabkan susah untuk menilai keterampilan berbicara siswa.
B.     Saran
Menjadi seorang pendidik harus menyajikan ragam pembelajaran dengan disain khusus bagi peserta didik. Agar proses pembelajaran berjalan baik, perlu mencoba beberapa disain ataupun model pembelajaran seperti Thematic Classroom Design dan Story Telling Design.


























DAFTAR PUSTAKA

Arini, Ni Wayan, dkk. 2006.  Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia Berbasis Kompetensi. Singaraja: Undiksha Singaraja.
Jacobsen, Eggen dan Kauchak. 2009. Methods for Teaching: Metode-metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA.Terjemahan Fawaid dan Anam. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, A. 2014.Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahayu, Aprianti Yofita. 2013. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita. Jakarta: PT INDEKS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar